JAKARTA – Pemerintah telah memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan logam tanah jarang (rare earth) dan menjadikannya sebagai salah satu program prioritas nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Logam tanah jarang monasit dalam bentuk oksida, memiliki peranan yang sangat penting dalam kebutuhan industri masa depan seperti superkonduktor, laser, optik elektronik, aplikasi LED dan iPAD, glass dan juga keramik.

Beberapa daerah di Indonesia yang mengandung daerah deposit monasit yaitu Bangka-Belitung, Karimata/Ketapang, Rirang-Tanah Merah. Di Bangka, mineral monasit diperoleh sebagai hasil samping penambangan timah.

Data dari Pusat Sumberdaya Geologi pada 2007 menyebutkan bahwa cadangan monasit di Indonesia sekitar 185.992 ton dengan konsentrasi terbanyak di daerah penghasil timah.

Penelitian dan pengembangan logam tanah jarang di Indonesia sudah dilakukan, baik oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (Tekmira) Kementerian ESDM, Badan Teknologi Atom Nasional (Batan) maupun berbagai lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun industri.

Pilot plant pemanfaatan logam tanah jarang monasit menjadi oksida di PT Timah Tbk, merupakan hasil penelitian tersebut.

“Secara teoritis membuat badan khusus pengelola rare earth tidak salah. Tetapi secara praktis tidak mudah, apalagi pengelolaan BUMN kita yang tidak agile. Mineral jarang jangan dipikirkan kayak tinggal metik buah dikebun. Mineral jarang tidak lepas dari proses mineral utamanya. bagaimana memisahkan proses pengambilan mineral jarang dengan proses utama,” ujar Budi Santoso, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Watch (IMW), kepada Dunia Energi, Selasa (14/7).

Pada penelitian yang dilakukan Tekmira terdapat dua jenis mineral yang mengandung logam tanah jarang yakni monasit dan senotim. Batan juga telah mengembangkan sarana penelitian dan pengembangan untuk penguasaan teknologi proses logam tanah jarang yang didesain oleh Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN). Pilot Plant tersebut diberi nama Pilot Plant Pemisahan Uranium, Torium, dan Logam Tanah Jarang dari Monasit (PLUTHO).

Logam tanah jarang mampu menghasilkan neomagnet yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik dari magnet biasa. Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam pembuatan baja paduan rendah berkekuatan tinggi (High Strength Low Alloy/HSLA) baja karbon tinggi, super alloy dan stainless steel. Hal ini karena logam tanah jarang memiliki kemampuan ketahanan terhadap panas. Logam tanah jarang yang ditambahkan pada paduan magnesium dan aluminium, akan menambah kekuatan dan kekerasan paduan tersebut secara signifikan.

Secara komersial logam tanah jarang dan paduannya banyak digunakan pada perangkat elektronik seperti memori komputer, DVD, ponsel, catalytic converter, magnet, lampu neon, dan baterai isi ulang. Banyak baterai isi ulang yang dibuat dengan senyawa logam tanah jarang. Permintaan baterai ini didorong oleh kebutuhan untuk pembuatan perangkat elektronik portabel seperti komputer portabel dan kamera. Sejumlah senyawa tanah jarang juga diperlukan sebagai sumber daya pada setiap kendaraan listrik dan kendaraan listrik hibrida.

“Kenapa pemerintah tidak memberdayakan Antam (PT Aneka Tambang Tbk) saja. Pemerintah harus benar-benar memiliki dasar rasional/science bahwa ide tersebut tidak cuma keinginan atau niat saja,” tandas Budi.(RA)