JAKARTA – Ambisi pemerintah untuk membangun industri baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) harus didukung dipastikan terealisasi.

Ramson Siagian, Wakil Ketua Komisi VII DPR,  menegaskan pengembangan industri baterai kendaran listrik jangan dijadikan sebagai alat politik. Apalagi pemerintah sudah berulangkali memainkan isu strategis sebagai alat politik.

Ramson meminta untuk kali ini jangan sampai kondisi itu terulang. Apalagi ada agenda besar menanti jelang target rampungnya beberapa fasilitas pendukung baterai kendaraan listrik yakni Pemilihan Presiden 2024.

“Tolong disampaikan ke Menteri BUMN, ini (pengembangan industri baterai kendaraan listrik) jangan hanya konsumsi retorika politik, tetapi ini untuk generasi mendatang. Jadi segala sumber daya harus digerakkan, baik teknologi, kapasitas manajemen, sumber daya lain termasuk dana. Ini harus betul-betul konkrit,” kata Ramson, Senin  (1/2).

Indonesia menargetkan dapat menjadi pemain global material hulu dan katoda baterai, serta pemain hilir regiobal dan domestik di baterai dan kendaraan listrik. Hal ini dengan menggenjot produksi nikel sulfat hingga 50-100 ribu ton per tahun dan prekursor dan katoda 120-140 ribu per tahun.

Jika terealisasi, Indonesia juga bisa memperoleh pendapatan domestk bruto hingga US$ 26 miliar di 2030 dengan asumsi kapasitas 140 GWh. Manfaat lainnya adalah terciptanya lapangan kerja untuk 23,5 ribu pekerja dan peningkatan neraca perdasangan sekitar US$ 9 miliar.

Saat ini pemerintah tengah membentuk Indonesia Baterry Holding yang terdiri dari PT MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).

Modal awal untuk membentuk IBH nantinya sekitar US$ 50 juta. Sementara investasi total diperkirakan mencapai US$ 17 miliar yang akan dilaksanan secara bertahap, di mana tahap awal masih di kisaran US$ 5-10 miliar utamanya di sektor hulu industri baterai.

Ratna Juwita Sari, Anggota Komisi VII DPR RI mengingatkan keekonomian proyek baterai kendaraan listrik harus jelas karena kebutuhan investasi yang besar.

Dia meminta pemerintah belajar dari kasus akuisisi Freeport Indonesia yang ternyata tidak memberikan apa-apa ke negara di dua tahun pertama setelah akuisisi.

“Kalau misalnya BUMN harus sertakan modal sebesar itu, target baliknya berapa tahun. Harus belajar dari PTFI (PT Freeport Indonesia), jangan sampai ulang hal sama,” ungkap dia.

Agus Tjahajana Wirakusumah, Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik, mengatakan pengembangan industri baterei kendaraan listrik ini sudah bergulir. Tahun ini ditargetkan pembangunan stasiun pengisian (charging station) di seluruh Indonesia sudah dimulai. PLN sendiri telah memiliki 32 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di 22 lokasi dan memulai pilot project 33 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik (SPBKLU).

Pengembangan industri baterai sebenarnya sudah dimulai ditandai dengan beroperasinya Pabrik High Pressure Acid Leaching Process (HPAL) Antam serta Pabrik Prekursor dan Katoda Pertamina-MIND ID. Berikutnya di 2025, Pabrik Cell to Pack Pertamina-PLN ditargetkan mulai beroperasi.

“Pada 2022, manufacturer kendaraan listrik diharapkan mulai produksi di Indonesia. Dan industri [baterai] dari hulu hingga hilir direncanakan mulai beroperasi pada 2024,” kata Agus.(RI)