JAKARTA – Selain pengusaha batubara di dalam negeri, sejumlah negara telah melancarkan protes keras kepada pemeritah Indonesia atas kebijakan larangan ekspor batubara. Berbagai negara mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut larangan ekspor batubara. Larangan ekspor tersebut tidak hanya melambungkan harga batubara dunia hingga mendekati US$200 per metrik ton, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembangkit listrik yang menggunakan energi primer batubara di berbagai negara.

Larangan ekspor batubara, yang diberlakukan pada 1-31 Januari 2022, dipicu oleh tidak dipenuhinya DMO (Domestic Market Obligation) yang mewajibkan bagi pengusaha untuk memasok batubara ke PT PLN (Persero) sebesar 25% dari total produksi per tahun dengan harga US$70 per metrik ton.

“Memang ada denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO batubara, namun dendanya sangat kecil. Pada saat harga batubara membumbung, pengusaha memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi batubara ketimbang memasok kebutuhan batubara PLN sesuai ketentuan DMO,” ungkap Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada, Senin(10/1).

Fahmy mengatakan, hingga Desember 2021 dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok sebesar 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06% dari total kebutuhan. Apabila kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi berpotensi menyebabkan 20 PLTU batubara dengan daya sekitar 10.850 mega watt akan terjadi pemadaman. Alternatifnya, PLN membeli batubara di pasar dengan harga sebesar US$196 per metrik ton.
Namun, kata Fahmy, alternatif ini menyebabkan harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak.
“Ujung-ujungnya PLN harus menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan. Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperpuruk daya beli masyarakat,” ujar Fahmy.

Dalam keterangan menjelang pelarangan ekspor batubara, Presiden Joko Widodo menyebutkan pasal 33 UUD 1945 bahwa batubara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apabila larangan ekspor batubara tidak diberlakukan, yang menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat.

“Sungguh amat ironis, batubara yang seharusnya untuk memakmurkan rakyat justru memberatkan rakyat. Biarkan suara-suara lantang menentang, kelanjutan larangan ekspor batubara harus tetap berlalu hingga pengusaha batubara sudah memenuhi ketentuan DMO,” kata Fahmy.(RA)