JAKARTA – Di tengah kesulitan untuk meningkatkan produksi migas, kontribusi terhadap penerimaan negara dari sektor hulu migas masih positif. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menunjukkan bahwa penerimaan hulu migas hingga Agustus sudah jauh melampaui target yakni sebesar Rp125 triliun atau 125 persen dari target 2021.

Erwin Suryadi, Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Ananlisis Biaya SKK Migas, mengungkapkan dengan realisasi tersebut, SKK Migas optimistis kontribusi hulu migas bagi negara akan terus bertambah hingga akhir tahun ini. Apalagi nilai investasi mencapai US$7,13 miliar sepanjang  2020-2021.

“Kami optimistis industri hulu migas masih dapat memberikan kontribusi sebesar puluhan triliun bagi penerimaan negara di kuartal ketiga tahun 2021 ini,” kata Erwin, dalam sesi diskusi virtual, Selasa (12/10).

Salah satu faktor positifnya kinerja hulu migas dari sisi penerimaan negara adalah melonjaknya harga minyak sejak awal tahun 2021. Hal itu juga yang mendorong perekonomian dalam negeri ke arah yang lebih baik karena meningkatkan tingkat keekonomian industri migas.

Menurut Erwin, momentum ini perlu didukung dengan pemberian insentif agar investasi dapat segera mengalir sehingga industri penunjang akan ikut terkena dampak positif. Tapi lebih dari itu ekonomi akan bergerak dengan masifnya investasi di hulu migas.

Ada beberapa insentif yang memang dibutuhkan industri hulu migas dan sudah dibahas di pemerintah. Di antaranya perbaikan instrument fiskal menyangkut perbaikan fasilitas perpajakan, penetapan harga Domestic Market Obligation (DMO) hingga 100 persen untuk KKKS yang menggunakan sistem cost recovery, pembebasan atau keringanan branch profit tax (BPT), seperti penerapan tarif pajak sesuai tax treaty dan pembebasan pajak apabila reinvestasi profit.

Isu insentif tersebut merupakan salah satu dari sejumlah strategi utama SKK Migas dalam mencapai target produksi 1 juta barel per hari. Sementara strategi lainnya antara lain adalah optimalisasi produksi lapangan eksisting, transformasi sumber daya kontingen ke produksi, menggalakkan kegiatan eksplorasi migas dan mempercepat peningkatan regulasi melalui one door service policy (ODSP).

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyatakan industri hulu migas sangat berperan dalam melahirkan industri-industri jasa dan penunjang nasional dalam lima tahun terakhir karena adanya keterkaitan antara satu dan lainnya. Dengan adanya rencana produksi minyak dengan target 1 juta barel, peluang industri nasional untuk berperan aktif semakin besar.

Dia pun berharap SKK Migas dapat terus melakukan pembinaan kepada industri dalam negeri agar mampu meningkatkan kompetensi dari aspek teknologi. Tidak hanya itu, dukungan insentif juga diperlukan agar industri yang baru dibangun dengan nilai depresiasi yang tinggi dapat bersaing.

“Ini peluang bagi industri penunjang migas, baik barang maupun jasa, untuk dapat meningkatkan daya saingnya. Sementara bagi industri hulu migas, ini juga peluang untuk meningkakan raihan TKDN dalam kegiatan-kegiatannya,” ujar Komaidi.(RI)