JAKARTA – Dekarbonisasi sektor energi diyakini membutuhkan biaya yang besar, sekitar US$20-25 miliar per tahun sesuai kajian IESR tentang Dekarbonisasi Sistem Energi Indonesia (Institute for Essential Services Reform/IESR, 2021).

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengatakan ada banyak sumber pendanaan yang bisa menjadi sumber investasi energi terbarukan. Pemerintah dapat menggunakan APBN-nya untuk menarik investasi dari sumber pendanaan tersebut, misalnya dengan melakukan pemetaan sumber daya energi terbarukan, melakukan riset teknologi, dan mengadakan pilot project untuk projek baru energi terbarukan yang belum dikembangkan seperti energi laut, serta menyediakan instrument derisking untuk menarik investasi

“Pendanaan energi terbarukan seharusnya tidak dianggap sebagai beban melainkan sebuah kesempatan dan strategi untuk mengalihkan investasi dari fosil ke energi terbarukan. Bukan beban, tapi hifting investment,” kata Fabby, Senin(20/12).

Sejumlah peluang pendanaan diulas dalam laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2022 yang akan diluncurkan IESR. IETO mengulas peluang pendanaan energi terbarukan yang tersedia dari entitas swasta atau publik untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, yang dapat digunakan untuk membiayai transisi energi. Peluang pendanaan ini termasuk insentif pemerintah (fiskal dan non-fiskal), bantuan pembiayaan internasional, dan mekanisme pembiayaan yang lebih tidak konvensional seperti green bond/sukuk, obligasi daerah, keuangan syariah, dan blended finance.

IETO 2022 merupakan laporan tahunan ke-5 yang mengulas perkembangan transisi energi di Indonesia serta memproyeksikan tantangan dan peluang sektor energi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di tahun berikutnya.(RA)