JAKARTA – Pembahasan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) kembali mundur. Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang disusun pemerintah ternyata harus disusun ulang, sehingga pembahasan bersama komisi VII DPR tidak bisa dilakukan.

Hufron Asrofi, Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan beberapa poin masalah dari masing-masing kementerian dan lembaga yang terlibat ternyata harus disempurnakan. Untuk itu, pemerintah akan kembali menyusun DIM.

“Kami lagi kumpul kementerian dan lembaga, minta masukan. Sekarang masih pembahasan, kan berkembang, dibulatkan lagi,” kata Hufron ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu malam (13/2).

Sejumlah pihak, termasuk lembaga yang terlibat dalam RUU Migas terlihat menyambangi Kementerian ESDM kemarin. DIM sebelumnya telah diserahkan Kementerian ESDM pada 18 Januari 2019 ke Sekretariat Negara. Kini pemerintah punya waktu 60 hari sejak 18 Januari untuk merevisi DIM yang telah disusun.

Hufron menolak membeberkan penyelesaian revisi DIM. Namun dengan belum adanya DIM, proses pembahasan RUU Migas menjadi berhenti karena DIM sangat penting yang berfungsi sebagai masukan dari pemerintah atas draf RUU Migas yang sudah disusun oleh Komisi VII DPR. “Setneg yang atur. Lapor ke Setneg setelah kita beres sama masuk-masukan. Ada tata waktu yang coba dipenuhi. Tanggapan para K/L baik dan akan segera melengkapi masukan masukan,” papar Hufron.

Satu hal utama yang diusulkan DPR di draft tersebut adalah pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) migas sebagai kepanjangan tangan dari negara untuk menguasai pertambangan migas, baik hulu maupun hilir. Untuk kegiatan di hilir, selain BUK migas akan ada BUMN, BUMD, perusahaan swasta nasional, badan usaha swasta asing dan koperasi.(RI)