JAKARTA – Pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi, khususnya kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Pasalnya, sejak 2014, investasi eksplorasi di wilayah kerja (WK) eksploitasi maupun eksplorasi terus menurun. Bahkan ada kontraktor yang tidak memenuhi komitmen eksplorasi.

“Di eksplorasi ada pelelangan kerja, misalnya telah melakukan study seismic ternyata mereka tidak melakukan. Ada komitmen drilling, bisa tidak sesuai kita evaluasi berapa persen yang sudah mereka lakukan,” kata Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam dialog kinerja eksplorasi di Indonesia di Kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Jumat (29/9).

Menurut Arcandra, selama ini pemerintah selalu mengingatkan para kontraktor untuk memenuhi komitmen dalam berinvestasi, namun kerap kali ada saja kendala non teknis yang dihadapi investor.

“Tidak memenuhi komitmen kendalanya pembelian lahan. Mereka (kontraktor) komit ternyata lahannya tidak bisa dibebaskan, lalu bisa juga karena oil price yang rendah lalu perizinan,” ungkap dia.

Data SKK Migas menyebutkan kegiatan operasi migas, khususnya eksplorasi dan eksploitasi belum menunjukkan tren positif karena terus menurun. Pada 2014, total biaya eksplorasi mencapai Rp31,01 triliun dengan rincian Rp12,9 triliun di WK eksplorasi dan Rp18,11 triliun di WK eksploitasi.

Pada 2016, jumlahnya turun menjadi Rp13 triliun yang meliputi Rp4,2 triliun di WK eksplorasi dan Rp8,8 triliun di WK eksploitasi.

Sukandar, Wakil Kepala SKK Migas, mengungkapkan saat ini, terdapat 270 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dari jumlah tersebut, 87 KKKS masuk dalam fase eksploitasi. Sisanya, 183 KKKS masih dalam tahap eksplorasi, baik konvensional sebanyak 130 kontraktor dan non konvensional sebanyak 53 kontraktor.

“Eksplorasi adalah masa depan industri hulu migas karena kegiatan yang dilakukan untuk menemukan cadangan baru tersebut menjadi harapan peningkatan produksi migas di masa mendatang,” kata Sukandar.

Dia menambahkan tren penurunan aktivitas dan penanaman investasi eksplorasi migas banyak didorong penurunan harga minyak dunia yang masih belum menunjukkan perbaikan. Selain itu, gagalnya eksplorasi di laut dalam di wilayah Timur Indonesia pada periode 2006-2012, peraturan-peraturan yang tidak kondusif, serta kendala non teknis seperti perizinan, sosial kemasyarakatan, maupun keuangan internal KKKS, ikut memberi kontribusi.

Untuk meningkatkan investasi, khususnya kegiatan eksplorasi pemerintah telah melakukan berbagai perbaikan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Beberapa cakupan perubahannya antara lain bebas bea masuk impor barang dan insentif pajak (pajak pertambahan nilai/PPN, pajak penjualan atas barang mewah/PPnBM, pajak penghasilan/PPh, dan pajak bumi dan bangunan/PBB), serta insentif seperti investment credit, imbalan DMO holiday, maupun depresiasi dipercepat.

“Pemerintah juga memberi delapan tambahan insentif pada PSC gross split yang termaktub dalam Permen ESDM Nomor 52/2017 terkait revisi bagi hasil gross split. Bagian KKKS dapat meningkat antara lain dilihat dari kumulatif eksploitasi, harga minyak dan gas, kandungan hidrogen sulfida (H2S) tinggi, dan ketersediaan infrastruktur,” kata Sukandar.(RI)