JAKARTA -.Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) masih terus berupaya mencari celah untuk bisa meningkatkan keekonomian proyek Masela bagi kontraktor agar proyek tersebut bisa segera bergulir.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas,  mengungkapkan bagi hasil atau split dalam proyek Masela hingga kini belum ditetapkan. Namun pemerintah tidak akan kaku dalam mengambil keputusan.

“Kami masih akan review menyangkut keekonomian proyek tersebut, kan mulai 2027 (target berproduksi),” kata Dwi saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (7/8).

Menurut Dwi, SKK Migas tidak akan terburu-buru dalam menetapkan bagi hasil, termasuk jika harus merelakan bagian negara lebih kecil dibanding bagian kontraktor.

Dia mengakui harga minyak dan gas memang rendah pada saat ini yang tentu saja berdampak pada keekonomian proyek. Namun pengerjaan Lapangan Abadi Masela tidak akan selesai dalam waktu dekat maka dari itu justru yang harus dilihat adalah perkiraan harga minyak dan gas pada saat proyek ini selesai dan gas sudah bisa diproduksikan.

Dwi sebelumnya aempat mengungkapkan untuk menjaga keekonomian proyek Masela tetap positif maka sedang dikaji jika bagi hasil pada proyek tersebut bisa disesuaikan.

“Harga minyak dan gas rendah sekarang, tapi ini kan 2027. Analisanya bagaimana? Nanti kami lihat keekonomiannya,” kata Dwi.

Dalam usulan persetujuan rencana pengembangan Blok Masela dari SKK Migas ke Kementerian ESDM diketahui bahwa bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor blok Masela nanti akan ditentukan setelah ada kepastian biaya investasi atau setelah proses Final Investment Decision (FID).

Mekansime tersebut adalah bagian dari insentif yang diberikan pemerintah. Jadi ada mekanisme penyesuaian insentif terhadap bagi hasil dengan menggunakan besaran batas atas dan batas bawah dari biaya investasi untuk pengembangan, yaitu US$ 19,858 miliar (batas atas) dan US$ 18,555 miliar (batas bawah).

Dalam hal biaya pengembangan kurang dari US$18,555 miliar maka penyesuaian insentif akan dilakukan dengan biaya pengembangan sebesar US$18,555 miliar. Fasilitas perpajakan tidak langsung tetap berlaku, bagi hasil bagian kontraktor setelah pajak atas migas disesuaikan menjadi 41,20%, investment credit tetap 80% dan IRR sebesar 15,10%.

Lalu apabila biaya pengembangan lebih dari US$19,858 miliar maka penyesuaian insentif akan dilakukan dengan biaya pengembangan sebesar US$19,858 miliar dimana fasilitas pajak tidak langsung tetap berlaku, bagi hasil kontraktor setelah pajak atas migas tetap 50,00%, investmen credit tetap 80%, IRR 15,15%

Kemudian jika biaya pengembangan kurang dari US$ 19,858 miliar akan tetapi lebih dari US$ 18,555 miliar maka penyesuaian insentif akan, IRR dengan biaya pengembangan aktual sehingga didapatkan IRR antara 15,10% dan 15,15%. Bagi hasil kontraktor setelah pajak atas migas akan disesuaikan dengan biaya pengembangan aktual dan IRR yang telah disesuaikan sedangkan fasilitas pajak tidak langsung dan investment credit akan tetap 80%.(RI)