JAKARTA – Pemerintah memastikan aparat penegak hukum juga dilibatka dalam tragedi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi unit II yang menelan lima korban jiwa warga sekitar dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit diduga akibat terpapar gas H2S.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan unsur pidana dalam kasus ini akan ditangani langsung oleh aparat hukum.

“Saya akan memastikan ini selesai penyelesaian hukumnya di aparat,” tegas Dadan dalam diskusi Dampak Kecelakaan Kasus Sorik Marapi dan Keberlangsungan Kedaulatan Energi Bersih Indonesia, Rabu (10/2).

Selain penyelesaian dari sisi hukum, pemerintah memastikan berbagai kewajiban pengembang yakni PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) kepada masyarakat juga akan terpenuhi.

Setelah dilakukan mediasi pihak keluarga korban menghendaki adanya santunan dengan besaran yang telah disepakati. Menurut Dadan pihak SMGP sudah menyetujui nilai tersebut.

“Rp 175 juta itu lah bentuk yang disepakati. Saya juga hadir pada hari tersebut. Termasuk urusan dengan korban yang dirawat dan sudah selesai per hari senin kemarin,” ungkap Dadan.

Dugaan terpaparnya warga masyarakat sekitar PLTP Sorik Marapi Unit II oleh gas H2S yang keluar dari sumur panas bumi yang sedang dibuka oleh SMGP cukup mencoreng dunia panas bumi tanah air yang sedang dibangun oleh pemerintah. Image panas bumipun kini terancam dianggap sebagai energi yang berbahaya di tengah masyarakat.

Pemerintah sendiri terlihat “jengkel” dengan manajemen SMGP yang secara terang-terangan mengabaikan prosedur dalam pengembangan panas bumi yang memang memiliki risiko tinggi. Apalagi prosedur yang diabaikan adalah prosedur standar.

Pasalnya setelah dilakukan pendataa dan investigasi di lapangan terungkap bahwa masyarakat sekitar area operasi tidak mengerti betul dengan kegiatan pengembangan panas bumi dan risikonya. Padahal perusahaan wajib hukumnya melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar.

“Masyarakat tidak mengerti dengan jelas ini sudah kami pastikan juga ada prosedur yang tidak diikuti dengan benar. beberapa peralatan belum siap. misalkan security tidak dilengkapi dengan detektor dan alat komunikasi,” ungkap Dadan.

Dia juga menyoroti lemahnya koordinasi antar lini di manajemen SMGP saat proses buka sumur sehingga risiko yang ada tidak termitigasi dengan baik.

“Kemudian lemahnya koordinasi, yang seperti ini penyebabnya itu quote and quote urusan mendasar yang menurut saya seharusnya ini tidak perlu terjadi,” tegas Dadan.

Berdasarkan temuan dan fakta yang ada di lapangan, insiden Sorik Marapi ini dikategorikan kejadian berbahaya kategori berat dan kecelakaan panas bumi kategori cedera berat. “SMGP sebagai pemegang izin bertanggung jawab terhadap kejadian,” ujar Dadan.

Ia menyatakan pemerintah memastikan agar penanganan dampak dari kejadian ini dapat segera selesai. Namun urusan hukum berada di tangan aparat, tugas Ditjen EBTKE hanya memastikan bahwa keselamatan yang digunakan berjalan sempurna.

Pemerintah pun tengah melakukan audit ulang, khususnya terkait penerapan keselamatan kerja. Untuk memastikan penanganan di lapangan berjalan baik, Kementerian ESDM akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

“Kami berikan rekomendasi setelah itu kita pastikan ini dilakukan dengan benar dan pasti,” kata Dadan.

Kementerian ESDM pun saat ini tengah mempercepat rancangan peraturan menteri yang mengatur secara khusus terkait keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan lapangan panas bumi.

Faisal Rizal, Ketua Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI), menegaskan insiden dari PLTP Sorik Marapi merupakan kesalahan mutlak dari perusahaan. Perusahaan cukup arogan karena izin telah dikeluarkan oleh pusat.

“Sehingga mereka nggak perlu remeh-temeh ke pemda dan masyarakat. Pemda sudah bentuk tim untuk melihat, tapi malah ditolak karena alasannya izin sudah ada di pusat,” ujar Rizal.(RI)