JAKARTA – Pengembangan nuklir sebagai pembangkit listrik terus bergulir. Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) pemerintah bahkan sudah mencanangkan Indonesia sudah akan memiliki Pembangkit Tenaga Listrik Nuklir (PLTN) paling tidak tahun 2049. Bahkan pemerintah telah menetapkan target kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang akan dibangun mencapai 40 gigawatt (GW) di 2060.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan berbagai alternatif energi terus dikembangkan salah satunya nuklir.

“Commercial operation date (COD) pertama untuk PLTN rencanakan mulai 2049 dan ini bisa dipercepat. Kita punya target mencapai 40 GW di 2060,” ujar Rida dalam diskusi virtual yang digelar Kadin, Rabu (24/11).

Menurut Rida, teknologi PLTN saat ini terus berkembang dan mulai relatif aman. Menurutnya ada 19 persyaratan utama dalam penyediaan listrik dari nuklir. Pemerintah optimistis 17 syarat mampu dipenuhi namun masih terdapat dua syarat pamungkas lagi yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah kebijakan politik pemimpin negara.

Menurut dia kunci utama realisasi penggunaan nuklir terletak pada keputusan presiden. Ketika presiden sudah benar-benar memberikan lampu hijau maka nuklir di Indonesia bukan lagi sekedar wacana.

“Pertama political will, itu sangat mudah tinggal Presiden go nuklir, maka itu jalan,” ungkap Rida.

Syarat utama lainnya adalah adanya kepercayaan dari masyarakat akam kehadiran nuklir. Untuk syarat satu ini menurut Rida sudah ada perkembangan cukup signifikan. Badan Tenaha Nuklir Nasional (BATAN) kata dia selama bertahun-tahun telah memberikan sosialisasi sekaligus melakukan kajian tentang keamanan penggunaan nuklir sebagai pembangkit listrik.

“Syarat kedua kepercayaan dari masyarakat. Sampai saat ini surveinya masih dilakukan oleh Batan. Trennya masyarakat mulai memahami, mulai menerima kehadiran nuklir,” ungkap Rida.