JAKARTA – Komisi VII DPR dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menyepakati asumsi dasar untuk dimasukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021 untuk volume LPG 3 kg bersubsidi mencapai 7,5 juta metrik ton (MT). Kesepakatan tersebut sendiri dicapai setelah Kementerian ESDM didesak anggota DPR setelah sebelumnya hanya mengusulkan volume LPG 3 kg tahun depan sebesar tujuh juta MT.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengungkapkan asumsi tujuh juta ton ditetapkan berdasarkan proyeksi rata-rata peningkatan konsumsi LPG pada tahun – tahun sebelumnya sekitar 200 ribu MT. Pemerintah pada akhir rapat kerja akhinya menyanggupi untuk menaikan asumsi alokasi LPG subsidi,  tapi dengan syarat. Ini tentu tidak lepas dari prioritas pemerintah yang melakukan realokasi anggaran untuk difokuskan dalam penanganan pandemi Covid-19.

“LPG kami lihat pada kondisi normal kenaikan 200 ribu MT per tahun, tapi karena ada Covid kemungkinan angka kemiskinan terpengaruh. Kami berpendapat angka 7,5 juta MT diangkat bisa dengan catatan realokasi subsidi,” kata Arifin disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (2/9).

Pemerintah kata Arifin mengusulkan realokasi anggaran dari pos subsidi lainnya misalnya minyak tanah yang tahun depan asumsinya ditetapkan 500 ribu kiloliter (KL). Kemudian pemerintah juga akan mencari celah efisiensi sehingga jumlah LPG yang dibeli bisa ditambah. Pasokan LPG sendiri sampai sejauh ini masih harus dipasok dari luar negeri. Kemampuan produksi LPG nasional hanya sekitar 20% dari total kebutuhan.

“Komponen harga LPG ini indeks pasar transportasi, biaya distribusi perlu jadi PR buat kami bagaimana diefisienkan. Ini tambahan volume alokasi subsidi, melihat perkembangan konsumsi LPG 3 Kg kami sependapat memperhatikan ketersediaan pasokan,” ungkap Arifin.

Rudy Mas’ud,  Anggota Komisi VII DPR menilai seharusnya pemerintah dapat menambah alokasi kuota volume subsidi seperti yang telah disepakati dalam rapat kerja sebelumnya. Pemerintah dan DPR sebelumnya telah sepakat asumsi antara 7,5 juta – 7,8 juta MT, namun pada nota keuangan jumlahnya hanya tujuh juta MT.

“Harapan saya itu bisa dikonversikan, BBM satu harga saja bisa dari sabang hingga merauke, kenapa LPG enggak bisa, ini mestinya jadi faktor-faktor utama bisa nambah dari tujuh juta jadi 7,5 juta,” kata Rudy.

Dony Maryadi Oekon, Anggota Komisi VII DPR lainnya mengatakan kebutuhan LPG kg terus meningkat 200 ribu metrik ton tiap tahunnya dalam kondisi normal. Jumlah tersebut akan diproyeksi akan meningkat seiring dengan ketidakpastian ekonomi akibat Covid-19. Ia menyadari saat ini terjadi penurunan konsumsi LPG, namun hal tersebut bukan lantas berarti terjadi penurunan LPG 3 kg bersubsidi.

Penurunan lebih pada konsumsi yang digunakan oleh restoran dan hotel-hotel yang terdampak pandemi Covid-19. Sementara, restoran dan hotel tersebut dalam operasionalnya tidak menggunkan LPG bersubsidi.

“Saat ini berbeda, situasi gak normal kondisi masyarakat betul-betul membutuhkan gas 3 kg tadi,” kata dia.

Abdul Wahid, Anggota Komisi VII juga berpendapat sama bahwa seharusnya dalam kondisi saat ini pemerintah dapat mendorong penggunaan LPG 3 kg. Pasalnya, daya beli masyarakat dapat berimbas pada pertumbuhan perekonomian.

“Kalau daya beli masyarakat yang kurang tentu berimbas pada pertumbuhan ekonomi perbaikan ekonomi kita di pandemic,” kata Abdul.

Setelah didesak hampir seluruh anggota Komisi VII DPR, pemerintah menyatakan penambahan kuota LPG 3 kg bersubsidi masih bisa dimungkinkan dengan melihat realisasi penyaluran pada semester I tahun depan.

“Kami monitor semester I 2021,  kalau telrihat tren demand meningkat mungkin ada juga kemungkinan APBN-P,” kata Arifin.(RI)