JAKARTA – Harga minyak dunia yang fluktuatif menyebabkan ketidakpastian dan berdampak signifikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun 2022, subsidi dan kompensasi energi, termasuk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik 3 kali lipat dari Rp152 triliun menjadi Rp502 triliun. Diperkirakan angka ini dapat terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pascapandemi COVID-19. Selain membebani APBN, menurut pemerintah subsidi dan kompensasi tersebut mayoritas dinikmati oleh masyarakat mampu.

Sebagaimana diketahui, Sabtu (3/9) lalu mulai pukul 14.30 WIB, Pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM, yaitu Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, Solar Bersubsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.

Sebagian anggaran subsidi BBM tersebut akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran, berupa Bantuan langsung tunai, BLT BBM sebesar Rp12,4 Triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150.000 per bulan dan mulai diberikan bulan September selama empat Bulan.

Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan, dalam bentuk bantuan subsidi upah, yang diberikan sebesar Rp600 ribu.

Pemerintah daerah juga diperintahkan untuk menggunakan 2% dana transfer umum, sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan.

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, mengatakan penyesuaian harga BBM seharusnya sudah dilakukan sejak dahulu. Apalagi ada fakta bahwa lebih dari 70% subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu.

“Dalam Undang-Undang 30 Tahun 2007 tentang Energi sebenarnya sudah cukup jelas bahwa dana subsidi adalah untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Harusnya (harga BBM) naik dari sejak dahulu. Jangan sampai masyarakat mampu terlena menikmati yang bukan haknya,” kata Mamit di Jakarta, Senin (5/9).

Namun demikian, pemerintah tidak boleh juga menutup mata akan adanya dampak kenaikan harga. Menurutnya, penyesuaian harga BBM yang baru saja dilakukan berdampak pada daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang seyogyanya sudah perhitungkan dengan baik oleh pemerintah.

“Anggaran yang sebesar itu idealnya dapat digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah,” kata Mamit. (RI)