JAKARTA – Pemerintah dinilai harus melakukan berbagai persiapan baik teknis maupun non teknis, seperti regulasi agar bisa mengimplementasikan instruksi agar PT Pertamina (Persero) menyerap semua minyak yang diproduksi kontraktor kontrak kerja sama.

Berly Martawardaya, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, mengatakan semangat pemerintah untuk mengurangi impor dapat dimengerti. Pertamina menjadi salah satu penyumbang terbesar impor dengan pembelian BBM dan minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri hingga menyebabkan defisit neraca pembayaran dan menekan nilai tukar rupiah.

“Tipe crude oil itu banyak. tidak semua produksi minyak indonesia bisa diolah kilang di dalam negeri. Baik tipe tersebut tidak ada kilangnya atau tipe tersebut sudah penuh kapasitas dan tidak bisa di tambah lagi,” kata Berly kepada Dunia Energi, Minggu (19/8).

Selain itu, persiapan nonteknis juga diperlukan menyangkut kemampuan finansial Pertamina. Pemerintah harus jelas mempertimbangkan hal itu apabila ditetapkan pembelian harus dilakukan dalam waktu dekat.

“Apakah Pertamina punya cash flow untuk membeli semua produksi KKKS? sejak kapan kebijakan tersebut mulai berlaku? Apakah sudah disiapkan?,” ungkap Berly.

Belum lagi masalah legalitas atau kontrak yang kemungkinan sudah dimiliki para pihak, baik Pertamina dengan importirnya, atau KKKS dengan konsumen di luar negeri. Masalah hukum berpotensi terjadi apabila ada kontrak yang dilanggar nantinya, karena jelas ada larangan ekspor yang ditetapkan pemerintah dimana mungkin tidak diatur dalam production sharing contract (PSC) yang telah ditandatangani.

“Kemudian bagaimana dengan KKKS yang sudah berkontrak dengan pihak lain untuk menjual produksinya? apakah tidak akan menuntut ke pengadilan atau arbitrase internasional karena mendadak dilarang pemerintah?,” kata dia.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah tetap akan menghormati kontrak yang sudah berjalan. Kewajiban menyalurkan minyak oleh KKKS atau pembelian minyak oleh Pertamina bisa diimplementasikan jika tidak ada ganjalan terkait legalitas. Pemerintah akan meminta kontrak tersebut tidak diperpanjang.

“Kontrak yang sudah terlanjur jangka panjang kepada buyer luar, selesaikan sampai selesai kontrak, baru setelah itu tidak diperpanjang lagi,” kata Djoko.(RI)