JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  mengevaluasi formula harga gas. Hasil evaluasi diharapkan memberikan keuntungan bagi semua pihak, baik di hulu, hilir hingga konsumen.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM,  mengungkapkan dengan harga gas yang menguntungkan bagi semua pihak, diharapkan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik dapat ditingkatkan.

“Saat ini pemerintah sedang mengevaluasi, melihat kembali formula harga gas.  Kami berharap di hulu migas tetap berkembang, terutama gas. Di mid stream, infrastruktur yang membangun pipa juga dapat terus melakukan investasi. Di konsumen akhir, tetap tumbuh industrinya dengan harga yang terjangkau sehingga semua pihak akan mendapat benefit,” kata Djoko dalam keterangannya, Kamis (7/11).

Menurut Djoko, formula penentuan harga gas bervariasi, tergantung harga gas di hulu, biaya angkut, biaya distribusi dan margin trader. Ada harga gas yang ditentukan pemerintah seperti gas untuk rumah tangga (jargas) dan transportasi. Selain itu, ada pula formula harga gas untuk produk, seperti pabrik pupuk di Kalimantan yang harganya ditetapkan US$4,95 per mmbtu ditambah harga dari pupuk urea.

“Petrokimia untuk metanol, kami tetapkan harga floor price-nya US$ 4 per mmbtu, plus harga metanol,” kata Djoko.

Untuk harga gas ekspor, formulanya juga ditentukan oleh besaran harga minyak. Sementara harga gas bagi pembangkit listrik juga sudah memiliki rumusan sendiri. Apabila pembangkit dibangun di mulut sumur, maka harganya maksimum 8% dari harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Sebaliknya untuk pembangkit yang jauh dari sumber gas, harganya maksimum 14% dari ICP.

“Ada juga (harga gas) berdasarkan lelang. Yang terbaik (harganya) itulah yang kita tetapkan (pemenangnya),” ungkap Djoko.

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebelumnya berencana untuk menaikkan harga gas industri pada tanggal 1 November lalu. Namun rencana itu urung dilakukan menyusul instruksi pemerintah yang menginginkan tidak adanya kenaikan harga gas.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan tidak akan ada kenaikan hingga akhir 2019. Keputusan itu ditetapkan berdasarkan pertimbangan daya saing industri dalam negeri.

“Kami ingin industri kompetitif. Jadi kalau naik (harga gas) juga bisa menyebabkan dampak yang tidak baik untuk industri. Industri juga menyerap banyak tenaga kerja,” kata Arifin.

Menurut dia, harga gas bumi di Indonesia masih sangat kompetitif jika dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. Harga gas juga masih sesuai dengan koridor regulasi yang ditetapkan Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No 58 Tahun 2017 yang telah disesuaikan melalui Peraturan Menteri ESDM No 14 Tahun 2019.

Meski demikian, ketetapan harga gas oleh Pemerintah, tidak boleh memberatkan industri supplier gas. “Perusahaan juga nggak boleh rugi, harus saling memahami dan mendukung,” kata Arifin.(RI)