JAKARTA – Pemerintah diminta segera mengkaji penerapan kewajiban penyerapan gas domestik (Domestic Market Obligation/DMO). Sama seperti batu bara, DMO gas harus juga menetapkan besaran volume gas dan harga patokan.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR, meminta jajaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) termasuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) serius dalam mengkaji usulan DMO gas. Mekanisme DMO diharapkan bisa menjadi jalan keluar terhadap pasokan gas yang sering tersendat.

“Komisi VII DPR meminta Pelaksana Tugas Dirjen Migas, Kepala SKK Migas dan Kepala Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), Kementerian ESDM untuk membuat kajian terkait DMO, Termasuk juga harga gas bumi sebagai alternatif kebijakan penyelesaian persoalan alikasi gas domestik,” kata Sugeng di sela rapat dengar pendapat di Komisi VII, Jakarta, Kamis (5/12).

Selain pupuk, industri petrokimia juga memerlukan pasokan gas yang besar. “Sampai ada ide ketika kunjungan ke Petrokimia Gresik, apakah mungkin ada semacam DMO, sebagaimana DMO di batu bara ada DMO baik menyangkut kuota maupun harga. Apapun terobosannya harus kita buat agar tidak terjadi ketidakpastian,” ungkap Sugeng.

Anggota Komisi VII lainnya, Abraham Lunggana atau Haji Lulung meminta pemerintah untuk merinci kontrak lama dan kontrak baru penjualan LNG yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ke luar negeri. Hal ini untuk melihat proyeksi kebutuhan gas oleh industri nasional. Salah satu industri yang kerap kesulitan mendapatkan pasokan gas misalnya industri pupuk.

“Kami mendesak pemerintah, apabila pasokan gas di dalam negeri masih terkendala ketersediaan pasokan dan harga yang wajar maka perlu dilakukan DMO untuk gas bagi industri, terutama industri pupuk,” kata Abraham.

Menurut Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Dirjen Migas Kementerian ESDM, dalam UU Migas sebenarnya telah menyebutkan adanya kewajiban penyaluran gas untuk kebutuhan domestik, yakni pada pasal 8 UU Migas. Pemerintah telah melakukan kajian DMO, hanya saja ada tantangan besar yang harus dihadapi yakni masalah harga gas.

“Problemnya adalah ekspor singapura itu US$ 10 per MMBTU. Pupuk maksimal US$ 6 per MMBTU. Ada kekurangan penerimaan negara disitu. Apakah ini mau dijadikan penerimaan negara atau untuk pupuk,” kata Djoko.(RI)