JAKARTA – Kebijakan peningkatan nilai tambah produk pertambangan mineral merupakan salah satu janji dalam Nawa Cita program pemerintahan Jokowi –Jusuf Kalla, sehingga, konsistensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam pelaksanaannya.

Selain itu, pemerintah tidak boleh abai atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 10/PUU-XII/2014 yang memperkuat kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dan menyatakan bahwa semangat Undang-Undang Nomor4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara  (UU Mimerba) sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Pemerintah harus patuh dan konsisten untuk menjalankan amanat pasal 102 dan 103 yang mewajibkan perusahaan minerba untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri,” kata Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Koalisi Masyarakat Sipil Publish What You Pay (PWYP).

Dia mendesak pemerintah untuk tidak kembali melakukan kebijakan relaksasi pertambangan mineral, khususnya untuk ekspor konsentrat. Pemerintah juga harus patuh dan konsisten menjalankan pasal 170 yang mewajibkan seluruh pemegang kontrak karya untuk yang sudah berproduksi untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan.

Kebijakan relaksasi ekspor mineral kembali diwacanakan oleh pemerintah seiring dengan semakin dekatnya batas waktu ekspor konsentrat mineral yangjatuh pada tanggal 12 Januari 2017. Pemerintah melalui Pelaksana Tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan berencana untuk membuka kembali keran ekspor konsentrat melalui revisi UU Minerba maupun evaluasi terhadap seluruhaturan turunan dari UU Minerba.

Pemerintah beralasan relaksasi bertujuan untuk menjaga industri mineral tetap berjalan ditengah harga komoditas yang anjlok. Selain itu, memberikan kesempatan bagiperusahaan tambang untuk mencari tambahan dana bagi pembangunan smelter,mengingat progress pembangunan smelter tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Hingga Juni 2016, total pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) baru mencapai 27unit, yakni delapan smelter nikel, dua smelter bauksit, satu smeltermangan, 11 smelter zircon, satu smelter timbal dan seng, dua smelter kaolin dan dua smelter zeolit (Kementerian ESDM, 2016).

“Apabila pemerintah memberikan relaksasi ekpsor konsentrat selama 5 tahun kembali, maka total 13 tahun waktu yang diberikan untuk menjalankan hilirisasi. Tentu saja ini akan menjadi preseden yang buruk dimana lagi-lagi pemerintah justru yang tidak patuh dan tidak konsisten menjalankan perintah UU dan kebijakan lainnya,” tandas Maryati.(RA)