JAKARTA – Pemerintah membuka peluang untuk kembali menambah produksi batu bara pada tahun ini, dengan syarat ada kenaikan harga batu bara, terutama pada semester II 2020. Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan hingga kini pemerintah masih berencana untuk membatasi produksi batu bara karena harganya rendah.

Berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan, total produksi nasional ditargetkan mencapai 550 juta ton. Namun jika beberapa bulan ke depan terjadi perubahan harga, tidak tertutup kemungkinan kuota produksi akan ditambah.

“Kami di RKAB menetapkan 550 juta ton, walaupun semester I akan direvisi, apabila harga jadi baik. Ini akan jadi revisi untuk bisa meningkatkan produksi batu bara,” kata Bambang di sela rapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (11/2).

Menurut Bambang, jumlah target produksi batu bara tahun ini juga sebenarnya sudah melampaui angka yang ditetapkan Badan Anggaran (Banggar) sebesar 530 juta ton. Ini dilakukan lantaran target pendapatan dari Banggar juga tinggi, yakni Rp44,3 triliun untuk tahun ini dengan asumsi asumsi Harga Batu Bara Acuan (HBA) US$90 per ton dan nilai tukar rupiah Rp 14.400 per dolar AS.

Namun realisasi hingga Februari, harga batu bara masih jauh dibawah asumsi. Januari lalu HBA ditetapkan US$65,93 per ton, dan untuk Februari realisasinya naik tipis menjadi US$ 66,89 per ton. “HBA turun sampai saat ini US$63,2 per ton harganya, terakhir US$66-an per ton. Semoga bisa naik dari US$70 per ton pada 2020,” kata Bambang.

Dalam kajian yang dilakukan pemerintah mengungkapkan bahwa tertekannya harga batu bara belakangan ini juga dipengaruhi masuknya batu bara asal Rusia di pasaran Asia Pasifik sehingga ada potensi kelebihan suplai. Lalu permintaan energi secara global juga masih lesu akibat adanya perlambatan ekonomi dunia seperti China dan Eropa.

Target produksi batu bara memang terus mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Realisasinya pun selalu melebihi target. Pada 2019 target produksi batu bara dipatok sebesar 489 juta ton, namun realisasinya jauh diatas target mencapai 610 juta ton atau lebih tinggi 24%. Sementara pada 2018, target produksi batu bara 485,31 juta ton. Realisasinya melonjak 15% lebih tinggi menjadi 557 juta ton.

Sektor batu bara memang jadi salah satu lumbung penerimaan negara di sektor energi. Pada 2019, minerba menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp44,8 triliun diatas target yang ditetapkan sebesar Rp43,3 triliun. Batu bara mendominasi setoran PNBP sektor minerba.

Jika tidak ada perubahan berarti pada harga batu bara maka menurut Bambang kemungkinan besar target penerimaan negara bukan pajak atau PNBP tidak akan tercapai.

Selain karena harga keengganan investasi pelaku usaha juga jadi salah satu faktor yang bisa memicu tidak tercapainya target penerimaan minerba tahun ini. Menurut Bambang, para pengusaha tambang juga merasa iklim investasi dalam negeri masih menunggu. Persoalan kepastian hukum memaksa perusahaan tambang memperhitungkan ketat untuk melakukan investasi dan meningkatkan produksi. “Kendalanya memang juga soal kepastian hukum dan regulasi. Ini berdampak pada rencana investasi perusahaan,” kata Bambang.(RI)