JAKARTA – Pemerintah berencana untuk menerbitkan aturan baru terkait hilirisasi nikel. Nantinya produk turunan nikel yang bisa diekspor harus memenuhi syarat yakni memiliki kandungan nikel minimal sebesar 70%.

Bahlil Lahadia, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mengungkapkan saat ini kebijakan ini sedang digodog. Dia menuturkan beleid tersebut memperhatikan jumlah cadangan nikel di tanah air. Pemerintah bertekad agar ada nilai tambah yang optimal dari mineral nikel.

“Menyangkut kandungan, 70% untuk ekspor. Supaya Indonesia ada nilai tambah. Saya mantan pengusaha jadi rasa iri ke negara lain ada. Kalau negara lain ada cadangan yang nggak dimiliki dia akan manfaatkan betul ke produk turunan,” kata Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (17/9).

Menurut Bahlil, nikel saat ini jadi primadona mineral di dunia. Ini tidak lepas dari arah perkembangan teknologi yang berbasis listrik, salah satu yang utama adalah kendaraan listrik. Untuk itu menurutnya Indonesia harus meningkatkan daya tawar terhadap sumber daya yang dimilikinya, termasuk produk turunan mineral.

“Dunia lagi butuh sumber daya, jangan kita posisikan diri mohon maaf bargaining lemah,” ungkap Bahlil.

Hilirisasi mineral kata Bahlil jadi harga mati yang tidak bisa dihindari lagi. “Kan bijih nikel sudah kita larang ekspor. Harus hilirisasi. Sekarang hilirisasi, ekspor,” ujarnya.

Pemerintah sendiri sebenarnya telah melarang ekspor bijih nikel mulai Januari 2020 melalui Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu bara.