JAKARTA – Aturan pengusahaan logam tanah jarang (LTJ/rare earth element-REE) di Indonesia hingga saat ini belum ada, walaupun berbagai pihak terkait telah sering membahas agar segera diterbitkan regulasi yang diperlukan. Tidak kurang Dewan Ketahanan Nasional juga ikut membahas regulasi agar pengusahaan logam tanah jarang dapat terwujud di Indonesia dalam waktu dekat.

Kementerian Perindustrian sebelumnya telah menginisiasi pembentukan konsorsium guna mewujudkan industri berbasis logam tanah jarang dengan prioritas utama memproduksi sendiri magnet permanen yang masih diimpor dari luar negeri.

“Atas dasar kondisi tersebut Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi secara konsisten melaksanakan kegiatan penyelidikan sumber daya logam tanah jarang di berbagai daerah untuk mengetahui potensi yang ada,” ungkap Rudi Suhendar, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kepada Dunia Energi di Jakarta, Senin (29/1).

Rudi menambahkan, upaya penyelidikan sumber daya dilakukan agar pada saat regulasi pengusahaan telah tersedia dapat segera disiapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) logam tanah jarang yang dapat dilelang pemerintah.

Saat ini telah dibentuk Konsorsium Nasional Industri Berbasis Logam Tanah Jarang yang melibatkan lima kementerian dan lembaga yaitu Kemenperin, Kementerian ESDM, Kemenristek Dikti, BPPT dan Kementerian BUMN, dimana PSDMBP ditunjuk sebagai ketua kelompok kerja sumber daya.

Konsorsium telah menetapkan daerah prioritas penyelidikan sumber daya yang dikaitkan dengan rencana industri berbasis logam tanah jarang. Untuk jangka pendek memprioritaskan endapan yang berasosiasi dengan timah aluvial di antaranya di Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.

“Ini didasarkan pertimbangan telah terbangunnya Pilot Plant Logam Tanah Jarang di Bangka dan hasil uji ekstraksi dan pemurnian yang telah dilakukan,” kata Rudi.

Logam tanah jarang adalah kumpulan dari 17 unsur yaitu scandium (Sc), yttrium (Y), La (Lanthanum), Ce (Cerium), Pr (Praseodymium), Nd (Neodymium), Pm (Promethium), Sm (Samarium), Eu (Europium), Gd (Gadolinium), Tb (Terbium), Dy (Dysprosium), Ho (Holmium), Er (Erbium) Tm (Thulium), Yb (Ytterbium), Lu (Lutetium) dan Y (Yttrium). Kegunaan logam tanah jarang sangat beragam, mulai dari kebutuhan industri keramik, pupuk, bahan bakar, batere, elektronik, komputer, komunikasi, otomotif hingga teknologi nuklir.

Logam tanah jarang sangat berperan dalam program pengurangan ketergantungan energi fosil bagi alat transportasi karena merupakan bahan penting dalam pengembangan mobil hybrid. Berbagai tipe rechargeable batteries yang banyak mengandung cadmium (Cd) atau timbal, sekarang digantikan dengan batere rechargeable lanthanum-nickel-hydride (La-Ni-H). Demikian halnya pada baterai komputer, baterai mobil dan peralatan komunikasi banyak digunakaan LTJ karena daya pakai yang lebih lama, mudah diisi ulang (recharge), mudah di daur ulang dan limbahnya tidak menggangu lingkungan.

Pada teknologi tinggi berupa industri “magnetic refrigeneration” karena LTJ mempunyai daya magnet yang sangat kuat. Kelompok logam Nd, Pr, Dy dan Tb merupakan bahan penting dalam pembuatan motor listrik dan generator mobil hybrid, sedangkan kelompok logam La, Nd dan Ce merupakan bahan penting dalam pembuatan baterai mobil hybrid NiMH.

Maraknya pencarian potensi logam tanah jarang sepuluh tahun belakangan ini tidak terlepas dari manfaatnya, terlebih lagi kondisi pasar dimana terjadi pembatasan suplai dari China sebagai pemasok utama dunia menyebabkan harganya sangat mahal.

“Kondisi ini mendorong PSDMBP Badan Geologi melakukan penyelidikan sumber daya logam tanah jarang di Indonesia secara rutin,” kata Rudi.(RA)