JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih belum akan meningkatkan campuran biodiesel dengan solar dalam waktu dekat. Saat ini program yang tengah berjalan adalah B30 atau campuran 30 persen biodiesel dengan solar untuk setiap satu liter biosolar.

Dadan Kusdiana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan Program B30 masih terus dijalankan untuk seluruh sektor, namun ada beberapa pengecualian misalkan peralatan di TNI, yang berada di dataran tinggi yang memang tidak sesuai secara spesifikasi.

Dia menegaskan Ditjen EBTKE merekomendasikan skema pencampuran, yang pertama menggunakan B30 eksisting dicampur dengan biodiesel yang spesifikasinya sudah ditingkatkan dan jauh lebih baik. “Atau skema lain B30 ini dicampur dengan green diesel (D100),” ungkap Dadan, Senin (25/10).

Pemerintah mencatat serapan biodiesel tahun 2021 hingga bulan September atau kuartal III baru mencapai 6,64 juta Kilo Liter (KL) atau 72,17 persen. Kedepan biodiesel akan ditingkatkan penggunaannya tidak hanya pada transportasi darat.

“Ke depan tidak hanya biodiesel yang kita dorong, juga program biofuel lain yang berbasis sawit misalkan Bensa (Bensin Sawit), Bio Avtur, juga Bio CNG,” jelas Dadan.

Untuk Bensin Sawit sedang dibuat demo plan kerjasama antara ITB dan BPDP Sawit dengan PT Pura Barutama selaku kontraktor di lapangan, yang nantinya akan dibuat berkapasitas 1.000 liter/hari. Menurut Dadan, produk tersebut akan dikembangkan secara bersama dan sudah disiapkan daerah pengembangan di Musi Banyu Asin dan Kabupaten Pelalawan. Ini sudah masuk menjadi Program Strategis Nasional (PSN) dimana  akan menciptakan industri yang terintegrasi antara kebun sawit, pengelolaan sawit di hulu sampai hilir sehingga didapatkan subsitusi dari bensin.

Untuk Bio CNG, Dadan mengatakan hal ini berpotensi besar kedepannya, memanfaatkan biogas yang berasal dari limbah, mayoritas dari limbah industri sawit.

“Jadi , kami akan kemas biogas ini menjadi seperti LPG jadi ditabungkan atau bisa juga ditransportasikan seperti jargas, jadi teknologinya sudah mulai dikuasai dan di lapangan sudah diterapkan, dan apabila kita kembangkan ke tempat lain akan bisa menjadi salah satu subsitusi dari program-program transisi energi, menggeser pemanfaatan fosil kepada EBT,” jelas Dadan.

Realisasi kapasitas pembangkit listrik EBT  hingga triwulan III 2021 mencapai 386 Megawatt (MW). Tambahan pembangkit EBT di antaranya dari PLTA Poso Peaker 2nd Expansion Unit 1 dan 2 sebesar 130 MW, 12 unit PLTM sebesar 71,26 MW, 55 MW dari 2 unit PLTP, PLT Bioenergi 19,5 MW, tambahan dari PLTS Atap 17,88 MW.

Tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT, prognosa hingga Desember 2021, akan bertambah dari PLT Biomassa (dari limbah cair sawit) berkapasitas 10 MW berlokasi di Jawa Timur, yang ditargetkan akan COD (Commercial Operation Date) tahun ini. Juga akan ada penambahan 2 unit PLTP, yaitu PLTP Rantau Dedap dan PLTP Sokoria, berkapasitas total 91 MW, yang kemajuan pembangunannya sudah mencapai 90 persen. Penambahan lain berasal dari PLTS/PLTS Atap sebesar 27,54 MW dan PLTA dengan kapasitas 200 MW. Untuk skala kecil menengah, akan bertambah dari 13 PLTM dengan total kapasitas 395,57 MW.(RI)