JAKARTA – Masyarakat Adat Papua meminta untuk  dilibatkan dalam perundingan bersama pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, lembaga adat, dan pemilik hak ulayat, serta dapat memperoleh hak atas kepemilikan tanah dalam perundingan dengan PT Freeport Indonesia.
“Kami harap ke depan untuk perundingan detail bagiannya itu kami ikut terlibat dan diberikan kesepakatan yang baik untuk masyarakat setempat. Kami sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan. Harapan kami ke depan, kesepakatan itu juga bisa didapat oleh pemilik ulayat dan juga masyarakat Papua dan Indonesia,” kata Odizeus Beanal,  Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA),  usai bertemu Ignasius Jonan,  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta,  Senin (4/9).
Dalam kesempatan yang sama, Fibiolla Ohei, Perwakilan Dewan Adat Mamta, menyampaikan bahwa ini adalah pertama kali di Indonesia dan 51% (divestasi) itu adalah perjuangan besar.
“Tidak hanya sejarah untuk Indonesia, tapi juga sejarah dunia. Raksasa Freeport yang begitu besar, akhirnya dengan pemerintahan ini bisa berbagi dengan kita. Pak Menteri mengusulkan untuk Papua adat, pemilik hak ulayat, dilibatkan untuk duduk bersama-sama menyelesaikan bagian dari mereka,” ungkap Fibiolla.
John Gobai, Perwakilan Dewan Adat Papua Wilayah Meepago, menyampaikan harapan dari Masyarakat Adat Papua berupa  kesempatan khusus untuk berbicara tentang hak pemilik tanah sebagai wujud nyata dari kedaulatan pemilik tanah.
“Menteri ESDM menyetujui untuk dapat memfasilitasi pertemuan antara masyarakat, Freeport, dan pemerintah dalam kerangka perundingan Freeport ini. Nanti apakah kerangka divestasi itu 5% kah itu nanti tergantung dari hasil perundingan, apakah nanti saham ataukah bagi hasil dari laba seperti sekarang,” kata John.
Perundingan tersebut, menurut John, penting dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18b ayat (2), yakni negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
“Kami menegaskan bagian itu dan Pak Menteri (ESDM) mendukung. Oleh karena itu kami juga mendukung apa yang dilakukan oleh Pak Menteri (ESDM), agar seperti sekarang. Kami juga diskusikan untuk juga saling menghormati apa yang menjadi hak pemerintah dan saling menghormati apa yang menjadi hak pemilik tanah agar kedaulatan negara dan kedaulatan pemilik tanah menjadi jelas,” ujar John.
Sebelumnya, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit, Jonan menyebutkan bahwa dari 51% divestasi saham Freeport sekitar 5%-10% akan menjadi milik Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Timika.
“Untuk masyarakat adat memang harus ada perhatian. Saran saya, Bapak (perwakilan masyarakat adat) menulis surat atau bicara di dalam forum, nanti kami fasilitasi semua. Mungkin 5%-10% itu sebagian untuk masyarakat adat. Itu kalau menurut saya, nanti saya juga bicara. Untuk 51% kapan untuk diambil alih, terus harganya berapa, siapa dapat apa, nanti kita akan fasilitasi tetapi yang memimpin setelah ini Menteri BUMN,” kata Jonan. (RA)