JAKARTA – Pemerintah akan menerapkan aturan main baru terhadap pengenaan tarif royalti untuk dua komoditas utama tambang Indonesia yakni emas dan batu bara. Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan rencana perubahan itu masih difinalisasi bersama dengan Kementerian Keuangan. Perubahan tersebut dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara. Untuk komoditas emas nantinya akan ada kenaikan tarif royalti untuk harga emas di atas US$1.700 per Oz.

“Ini juga penting, harga emas sedang naik. Kami sedang berusaha agar dengan meningkatnya harga emas, penerimaan negara dari logam mulia ini juga meningkat,” kata Ridwan disela konferensi pers virtual, Jumat (15/1).

Selain royalti, pemerintah juga tengah menyusun aturan PPN 0% untuk emas granule sebagai upaya mengamankan rantai pasok emas di dalam negeri, dengan mengurangi ekspor emas granula dan impor emas batangan. Kebijakan tersebut diharapkan meningkatkan daya saing industri perhiasan emas. Dengan begitu, pelaksana usaha kegiatan yang memanfaatkan emas granule akan mendapatkan harga yang lebih murah, sehingga industri yang lebih hilir dapat tumbuh dengan biaya lebih kompetitif.

“Selama ini emas granule dikenakan pajak, kurang kompetitif bagi para pengrajin emas,” tukas Ridwan.

Sementara untuk batu bara, penyesuaian tarif royalti dilakukan sebagai konsekuensi atas perubahan status batu bara dari barang bukan kena pajak, menjadi barang kena pajak. Hal itu diatur dalam dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus law).

Nantinya royalti para pelaku usaha tambang batu bara pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) akan disesuaikan secara berjenjang atau akan mengikuti dinamika pasar. “Secara keseluruhan upaya ini adalah untuk menjamin bahwa penerimaan negara meningkat, karena peningkatan penerimaan negara adalah mandat dari UU No. 3 tahun 2020 (UU Minerba),” kata Ridwan.

Namun Ridwan belum mau membeberkan detail skema tarif royalti berjenjang yang sedang dibahas pemerintah.

“Sesuai dengan harga batu bara pada kondisi tertentu. Jadi tidak berada pada satu angka saja, disesuaikan dengan dinamika pasar juga,” kata Ridwan.(RI)