JAKARTA – Proses pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Rajabasa oleh PT Supreme Energy di Lampung masih terhambat kesepakatan harga jual beli listrik dengan PT PLN (Persero). Prijandaru Effendi, Vice President Relations and Safety Health Environment Supreme Energy, mengatakan saat ini posisi Supreme masih menunggu kesepakatan dengan PLN.

“Belum ada kemajuan, sekarang masih menunggu lampu hijau dari PLN,” Prijandaru di Jakarta, Rabu (14/8).

Menurut Prijandaru, syarat harga yang disanggupi  PLN belum mencapai nilai keekonomian proyek. PLN mengacu pada aturan harga yang tidak boleh lebih tinggi dari Biaya Pokok Produksi (BPP).

“Ya jujur saja kami tidak mungkin (sesuai BPP), BPP kan 85% jadi tidak masuk,” kata Prijandaru.

Pembahasan dari Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN sebenarnya sudah melewati tenggat waktu. Hingga kini eksplorasi di Rajabasa urung dilakukan, padahal Supreme Energy sudah merencanakan untuk mengebor dua sumur dan satu big hall. Apalagi potensi energi di Rajabasa cukup besar, yakni bisa mencapai 2×110 Megawatt (MW).

“Sekarang sedang menunggu, kami memohon perpanjangan effective date PPA pada PLN. Biar kami eksplorasi dulu, setelah itu lihat hasilnya seperti apa,” kata Prijandaru.

Selain masalah kesepakatan harga dengan PLN, masalah lain yang dihadapi adalah terkait perizinan penggunaan lahan. “Masalah izin kehutanan dua tahun terhambat, sudah mengeluarkan ada oknum yang mempermasalahkan ke PTUN. Mahkamah Agung putusan inkrah, kami hilang 4 sampai 5 tahun itu baru perizinan, belum eksplorasi,” kata Prijandaru.(RI)