JAKARTA – Menghadapi tantangan cadangan sumber energi fosil yang semakin menipis, menghemat energi dianggap menjadi langkah terbaik. Namun demikian, peningkatan konsumsi energi sebagai indikator kemajuan ekonomi Indonesia tetap harus difasilitasi dengan keberadaan sumber energi yang mendukung.

Pemerintah Indonesia telah berupaya mewujudkan perencanaan pembangunan rendah karbon atau Low Carbon Development Indonesia (LCDI) dan telah masuk dalam kerangka kerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Maxensius Tri Sambodo, Peneliti Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% atas upaya sendiri dan 41% dengan menjalin kerja sama internasional pada 2030. Namun demikian, kondisi saat ini berdasarkan pengamatan ada kekhawatiran terjadi pada peningkatan persentase tersebut sehingga akan sulit tercapai.

“Sektor pembangkit listrik dan transportasi akan menjadi sektor kunci bagi pengurangan emisi karbon,” kata Max di Jakarta, Jumat (1/3).

Menurut Max, transisi menuju pembangunan dengan emisi rendah karbon bukanlah hal yang mudah. Hal ini merupakan tantangan yang perlu diterapkan agar Indonesia mampu meningkatkan peran energi bersih secara signifikan tanpa menambah beban biaya energi.

Agus Eko Nugroho, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, menambahkan kebijakan energi di Indonesia masih tidak sinkron. Satu sisi pemerintah mendukung energi tidak terbarukan, namun juga mengembangkan energi terbarukan.

“Riset tentang energi menjadi salah satu riset inti di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI. Mulai dari energi untuk pengentasan kemiskinan hingga wilayah terpencil,” ungkap Agus.

Menurut dia, Indonesia saat ini masih bergantung pada energi berbasis fosil. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu bara masih menjadi sumber energi yang dominan. Hal tersebut menunjukkan perekonomian Indonesia hampir sepenuhnya ditopang oleh konsumsi bahan bakar fosil.

Pada rentang 2018-2019 penelitian yang dilakukan oleh LIPI bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB), Centre for Strategic and International Studies (CSIS), dan Kyoto University telah menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah tentang LCDI serta rancang bangun kebijakan dari sisi bisnis model, teknologi, dan infrastruktur yang masih memerlukan penataan lebih baik.

“Dalam jangka panjang semua jenis bahan bakar fosil berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan emisi karbon,” tandas Agus.(RA)