JAKARTA – Pelaku usaha pertambangan batu bara tetap meminta dukungan pemerintah terkait penetapan formulasi harga batu bara antar perusahaan yang diperuntukkan untuk memenuhi kewajiban penyaluran ke domestik.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu bara Indonesia (APBI), mengungkapkan meskipun pembahasan formula dilakukan pelaku usaha, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah. Selain itu, pelaku usaha juga membutuhkan payung hukum sebelum masuk kedalam pembahasan.

“Intinya, pertama harus ada dasar hukum. Harga transfer kuota sedapat mungkin ditetapkan pemerintah, meskipun nanti usulan dari para pelaku usaha,” ungkap Hendra kepada Dunia Energi, Senin (4/6).

Dasar hukum diperlukan karena ada keterlibatan berbagai kepentingan para pelaku usaha dengan potensi penyelewengan yang cukup besar. Pelaku usaha tidak mau mengambil risiko dengan melakukan transaksi dalam jumlah besar.

“Dalam penerapannya nanti ada support dari pemerintah. Potensi penyalahgunaan di berbagai pihak oknum kan juga bisa di lapangan. Kami juga tidak mau nanti berurusan dengan KPK atau BPK,” kata Hendra.

Setelah ada payung hukum, APBI akan menyerahkan beberapa opsi kepada Kementerian ESDM untuk selanjutnya disahkan.

Menurut Hendra, tidak bisa aturan harga tersebut hanya mengandalkan proses business to business, karena pasti akan menimbulkan pro kontra. Pasalnya, pasti ada dalam proses transfer tersebut pihak yang merasa dirugikan. Maka dari itu keputusannya pun nanti harus dalam bentuk regulasi.

“Misalnya sepakat angka X, nanti ada beberapa opsi. Kami tidak bisa bilang transfer kuota dengan harga X satu-satunya, harus ada juga opsi lain, karena ada pro kontra. Ini yang sebisa mungkin pemerintah yang menengahi,” ungkap dia.

Transfer kuota dilakukan bagi perusahaan pertambangan batu bara yang memproduksi batu bara yang spesifikasinya tidak sesuai dengan spesifikasi batu bara Pembangkit LIstrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero). Untuk bisa memenuhi kewajiban di dalam negeri (domestic market obligation/DMO) maka perusahaan tersebut bisa membeli batu bara yang sesuai spesifikasinya dengan pembangkit listrik PLN.

Hendra berharap pemerintah bisa cepat memberikan keputusan payung hukum karena pelaku usaha juga dikejar target untuk melaksanakan program kerja sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB).

“Kita maunya cepat karena perusahaan dikejar waktu untuk harus susunan RKAB. Hanya tentu ada pro kontra semua opsi yang akan muncul harganya berapa pun akan timbulkan plus minus karena kepantingan berbeda semua pasti ada pihak yang tidak dipuaskan,” kata Hendra.(RI)