JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerapkan satu terobosan baru dalam akses data blok migas, sehingga kontraktor tidak dipungut biaya sepeserpun saat mengakses data. Namun akses data gratis hanya khusus untuk blok migas yang dilelang Kementerian ESDM.

Rovicky, Vice President New Venture PT Saka Energi Indonesia, mengatakan sebenarnya sudah ada perubahan dalam proses akses data blok migas di Indonesia yang sebelumnya data dijual oleh negara dan kontraktor membeli lisensi. Kondisi sekarang data sudah diklaim pemerintah bisa diakses secara gratis.

Namun kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sampai sekarang  masih kesulitan untuk mengakses data yang dimiliki pemerintah.

Menurut Rovicky, data milik Badan Geologi Kementerian ESDM misalnya, juga diakuisisi oleh perusahaan-perusahaan migas bersama-sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) kemudian data dikumpulkan di Pusdatin.

Mulai dari data dikumpulkan seringkali mengalami ketidakcocokan. Lalu proses untuk mendapatkan data juga masih membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

“Data-data yang baru masih dikumpulkan oleh Pusdatin dan belum siap diakses,” ujar Rovicky di Jakarta,  Selasa (27/11).

Selain itu, menurut Rovicky dalam implementasinya kontraktor yang melakukan kegiatan pencarian minyak dan gas di Indonesia tidak serta merta digratiskan dari biaya data blok. Perusahaan migas pasti juga melakukan study secara mandiri di suatu wilayah ataupun joint study bersama pemerintah. Untuk melakukan joint study masih dikenakan biaya.

“Nah, kalau bisa selain yang dilelang itu free, yang joint study juga free. Kalau itu nanti jadi PSC, baru saya bayar,” ungkap Rovicky.

Menurut dia, kondisi akses data migas di Indonesia berbeda dengan di negara lain yang produksinya diatas Indonesia. Sebagai contoh di Amerika Serikat, Australia dan Inggris siapapun bisa melakukan akses data blok migas. Bahkan dengan sumber daya manusia yang jumlahnya sedikit tapi data yang didapatkan jauh lebih berkualitas sehingga bisa menunjang pencarian cadangan migas.

Rovicky mencontohkan Australia sudah menerapkan open data. Bahkan data bisa dibawa ke Eropa atau Amerika Serikat. Kajian dilakukan di kantor pusatnya. Ketika sudah proven nanti kemudian investasi berjalan kembali di Australia di lapangan yang datanya sudah diolah sehingga terbukti ada cadangan.

Di indonesia, investor masih kesulitan untuk mendapatkan data migas yang akan diolah.

“Di Indonesia, investornya mau dapat data saja sudah sulit, bagaimana mau investasi. Sebenarnya asal ini adanya di teritorial Indonesia, kami tetap akan bisa manfaatkan, siapapun yang evaluasi, tidak harus di Indonesia, di luar pun tidak apa-apa,” tandas Rovicky.(RI)