JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mensinyalir adanya pihak-pihak tertentu (Mafia Migas) yang berencana memanfaatkan polemik harga avtur demi kepentingan pribadi maupun golongannya. Mereka berupaya mengerdilkan peran Pertamina dalam melayani distribusi energi di seluruh bandara seantero negeri.

“Semestinya memperhatikan formula yang dikeluarkan Kementrian ESDM (Kepmen) ESDM No.17/K/10/MEM/2019 tanggal 1 Februari 2019 sebelum menuding tingginya harga tersebut karena monopoli Pertamina.Berdasarkan sumber yang FSPPB miliki, harga Avtur di Bandara Soekarno Hatta masih lebih murah dibandingkan dengan bandara-bandara di luar negeri,” ujar Arie di Jakarta.

Arie menyatakan pernyataan Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investasi serta Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 dinilai tidak berdasar data, dimana hanya menggunakan tolak ukur harga jual negeri tetangga dan mengkambinghitamkan tingginya harga Avtur PT Pertamina (Persero).

Dengan demikian, pernyataan Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investigasi dan Menteri Perhubungan masih perlu di klarifikasi lebih lanjut. Karena itu, FSPPB meminta Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investigasi dan Menteri Perhubungan untuk bisa melaksanakan amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945 dengan mengutamakan keberlangsungan daya hidup dan kesehatan bisnis.

Arie menekankan, Pertamina merupakan badan usaha 100% milik negara yang menyokong pilar energi dan perekonomian di Indonesia sesuai Nawacita dan janji Presiden Republik Indonesia. FSPPB mendukung penuh program Pemerintah dalam mengurangi defisit migas dan menekan impor migas.

“Kami sepakat dengan pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Menteri BUMN yang menyatakan BUMN tidak alergi bersaing dengan swasta, dan apabila swasta yang memproduksi avtur di dalam negeri welcome saja. Yang tidak boleh cuma minta lisensi impor akhirnya nanti kami-kami yang di BUMN atau di kemenetrian, banyak ditugaskan menekan impor migas tapi di pihak lainnya malah impor terus akhirnya kami yang disalahkan lagi,” ujar Arie.

Keterlibatan swasta harus dari hulu ke hilir. Jangan hanya shortcut, sekadar hanya mencari keuntungan tapi akhirnya kembali merugikan secara keseluruhan konsep yang sedang dibangun.

“Pada akhirnya, dengan segala situasi dan kondisi yang di alami saat ini diharapkan ke depan Pertamina menjadi lebih tangguh, kuat dan dicintai oleh
seluruh rakyat Indonesia,”tandas Arie.

Harga avtur yang dijual Pertamina di kawasan regional sangat bersaing. Harga Avtur September 2019 di Bandara Soekarno Hatta sebesar Rp.8.658,55 per liter sedangkan di Bandara Juanda Surabaya sebesar Rp.9.585,07 per liter.
Harga tersebut, jauh lebih rendah dibandingkan Kuala Lumpur, yakni Rp9.594,29 per liter, Singapura Rp10.853,95 per liter, bahkan Manila Rp12.206,00 per liter, dan di Bandara Narita Tokyo Rp14.647,20 per liter.

Komponen harga avtur di Indonesia sangat berbeda dengan Singapura karena pada avtur Pertamina terdapat komponen PPN sebesar 10%. Selain itu, tambahnya, avtur yang dijual Pertamina masih dibebani PPh dan Iuran BPH Migas. Pajak dan pengutan itulah yang tidak ada di Singapura sehingga membuat harga BBM apapun menjadi lebih mahal. (RA)