CILACAP – Batu bara kembali dapat lawan serius untuk urusan penghasil energi. Kali ini datang dari sampah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan mengklaim pengolahan sampah tersebut bisa lebih murah ketimbang penggunaan batu bara.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan Refuse-Derived Fuel (RDF) merupakan bahan bakar alternatif pengganti batu bara yang dapat diumpankan di kiln pabrik semen ataupun sebagai co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

RDF dihasilkan dari pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran/butiran kecil (pellet) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran pengganti batu bara.

“Dari studi yang ada pengolahan sampah ini bisa punya manfaat yang sama dengan batu bara. Bisa menjadi subtitusi dari batu bara,” kata Arifin saat peresmian RDF di Cilacap, Selasa (21/7).

Menurut Arifin, dengan sampah satu ton membutuhkan biaya pengolahan sebesar Rp300 ribu. Jika dikonversi ke dolar AS, maka harga pokok olahan sampah tersebut sebesar US$20 per ton. Dibandingkan harga batu bara, tentu ini bisa menjadi harapan baru.

“Harga yang dari datanya Rp300 ribu per ton, berati US$20. Batu bara kan US$40-50 per ton, jadi ini lebih murah. Kalorinya sama 3 ribuan kalori,” ungkap Arifin.

Sayangnya produk RDF yang dihasilkan dari pabrik RDF pertama di Indonesia yang ada di Cilacap dengan kapasitas yang besar ini bukan untuk kebutuhan pembangkit listrik. Melainkan untuk kebutuhan produksi semen.

Pembangunannya merupakan kerjasama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kedutaan Besar Denmark – DANIDA, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Cilacap dan PT. Solusi Bangun Indonesia (dahulu PT. Holcim) dengan nilai investasi total sebesar Rp 90 miliar. Fasilitas pengolahan sampah tersebut dioperasikan Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan PT. Solusi Bangun Indonesia (PT. SBI) yang akan mengolah 120 ton sampah per hari menjadi kurang lebih 50 ton RDF yang kemudian akan diumpankan ke kiln semen PT. SBI sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara.

Pemerintah saat ini sedang memetakan potensi serta membuat aturan-aturan teknis untuk mendorong potensi pemanfaatan RDF sebagai alternatif pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam waktu dekat akan segera direalisasikan kerjasama pemanfaatan co-firing ini oleh Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian ESDM dan PT. Indonesia Power.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, menargetkan pada tahun depan bisa memperbanyak mesin pengolahan RDF di beberapa wilayah.

Luhut menjelaskan dengan adanya mesin ini tak hanya bisa mengolah sampah yang selama ini hanya ditumpuk saja menjadi energi. Harapannya, pengelolaan sampah bisa lebih menguntungkan dengan diolah menjadi sumber energi. Wilayah Jawa Tengh menjadi salah satu wilayah yang jadi prioritas untuk dibangun fasilitas produksi RDF.

“Ini butuh cost 70-80 juta dolar satu mesin. Tahun depan kita mau bikin di beberapa kecamatan dan kota. Ini pak Wagub Jateng harus bisa menginventarisir mana saja wilayahnya yang memang perlu dibuat seperti ini,” ujar Luhut.

Pabrik RDF berlokasi di Desa Tritih Lor Kecamatan Jeruklegi kabupaten Cilacap, pada lahan seluas 3 ha dengan kapasitas mengolah sampah mencapai 120 ton per hari. Setelah melalui masa uji coba diketahui pabrik di Cilacap ini masa uji coba dan menunjukkan hasil sesuai dengan direncana (standar) yaitu produk berupa RDF sebanyak 30 s/d 40 ton/hari, kadar air turun dari 57,60 % menjadi 22,75 %, dalam waktu 20 hari dengan nilai kalor sebesar 687 Kkal/kg.(RI)