JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan audit fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau untuk mencari solusi atas sumbatan produksi timah. Hal ini karena dari 47 smelter yang ada di Provinsi Bangka Belitung, hanya ada 29 smelter yang aktif. Bahkan, sejak tahun 2013 hingga 2015 kapasitas smelter yang dipakai hanya 21% per tahun.

“Berdasarkan keputusan rapat di Bangka Belitung, yang bertepatan dengan kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup), Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM ditugasi untuk mengaudit smelter di Bangka Belitung dan Kepulauan Riau. Ini juga merupakan kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Bangka Belitung, dan Direktorat Jenderal Minerba,” ungkap Mochtar Husein, Inspektur Jenderal Kementerian ESDM, Selasa.

Namun, menurut Mochtar, tidak dipungkiri bahwa dalam melakukan audit smelter ini terdapat beberapa batasan, seperti tidak diperolehnya data yang lengkap terkait perizinan smelter dan kurangnya koordinasi dengan kementerian terkait.“Ke depannya, Kementerian ESDM berencana untuk membuat Nota Kesepahaman dengan Bea Cukai terkait pertukaran informasi dalam hal pengawasan produksi smelter”, tutur Mochtar.

Nota Kesepahaman ini pun akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, serta Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.

“Memang tidak mudah untuk melakukan audit smelter ini. Koordinasi yang akan kita lakukan, termasuk dengan pemerintah daerah adalah untuk melancarkan sumbatan-sumbatan dalam produksi smelter, sehingga ke depannya produksi smelter timah di Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau akan meningkat,” tandas Mochtar.(RI)