BATAM – Produk buatan dalam negeri selama ini dinilai cenderung lebih mahal dan tidak kompetitif di pasar global, termasuk di industri hulu migas. Ini membuat pelaku usaha lokal seakan dianaktirikan di dalam negeri lantaran anggapan tersebut. Bahkan anggapan itu diperkuat dengan preferensi di berbagai proses tender domestik (pemerintah), bahwa tidak masalah harga sebuah produk sedikit lebih mahal, asalkan mengandung komponen lokal.

Namun ternyata hal itu terbantahkan dengan dilakukannya ekspor 600 metriks ton pipa casing dan 600 metriks ton pipa tubing, masing-masing untuk tujuan Uganda dan Arab Saudi oleh PT Citra Tubindo Tbk. (CTBN).

Ekspor pipa yang masuk dalam kategori OCTG atau Oil Country Tubular Goods (terdiri dari casing dan tubing pipe) ini merupakan bagian dari rangkaian aktivitas ekspor CTBN, pabrikan dalam negeri yang berbasis di Batam, Kepulauan Riau.

“Kami ingin merubah persepsi yang ada saat ini bahwa produk lokal sering kali dinilai kurang kompetitif, padahal produk dalam negeri seharusnya bisa maju dan bisa bersaing di pasar global,” kata Satya Haragandhi, President Director PT Citra Tubindo (9/6).

Menurutnya, barang atau produk yang mengandung muatan lokal tidak identik dengan produk berkualitas rendah. Satya bahkan dengan bangga membuktikan bahwa produk-produk yang dipasok CTBN bisa bersaing, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di pasar global.

CTBN adalah perusahaan dalam negeri yang memiliki spesialisasi memasok pipa OCTG kelas Premium. Produk-produk yang dibuat CTBN memenuhi standar internasional, yang ditandai beragam sertifikasi dunia seperti API dan ISO, serta telah diaudit dan divalidasi oleh puluhan korporasi migas dunia seperti Total, Adnoc, KO, Chevron, Eni, Total, Exxon, BP, dan lainnya.

Pipa OCTG yang dipasok CTBN mengandung komponen lokal, namun bisa dipertanggungjawabkan di pasar global. “Sekitar 70% pipa produksi kami diekspor ke mancanegara. Hal ini menunjukkan betapa produk kami bisa bersaing dengan produsen pipa sejenis dari negara lain,” ujar Satya.

Menurut data (Kementrian Industri) bahwa saat ini pipa Premium OCTG buatan dalam negeri baru mengandung 30 persen TKDN. Pasalnya, bahan baku untuk kebutuhan membuat pipa masih belum tersedia di dalam negeri. Agar kandungan lokal pipa OCTG bisa ditingkatkan, maka dibutuhkan pabrikan yang dapat mengolah biji besi menjadi billet. Untuk itu, diperlukan dukungan Pemerintah agar dapat mendorong industri dasar yang bisa membuat bijih besi menjadi billet, dan nantinya billet menjadi green pipe. Dengan begitu, kandungan lokal pipa OCTG buatan dalam negeri otomatis akan meningkat.

Pada saat pandemi tahun lalu CTBN berhasil meraih 2 penghargaan level dunia dari Vallourec, sebuah pabrikan teknologi perpipaan skala dunia asal Perancis. CTBN diberi gelar ‘Industry Excellent’, sekaligus dinyatakan sebagai pabrikan dengan kapasitas ‘Plant Level 3’, yang menjelaskan bahwa CTBN merupakan pabrikan lokal dengan kapasitas tertinggi dan mampu menangani pekerjaan rumit.

“Inilah yang ingin kami tunjukkan di Forum Kapasitas Nasional 2022. Ada pabrikan di Batam binaan SKK Migas, yang mampu bersaing di pasar global dengan produk bermuatan lokal. Kami ingin memprovokasi bahwa produk bermuatan lokal juga mampu bersaing secara kompetitif di pasar global,” jelas Satya.

CTBN memerlukan waktu hingga 13 tahun untuk dapat memproduksi pipa OCTG yang memenuhi standar dunia, dan bisa digunakan oleh end user di luar negeri.

“Ekspor pertama kami adalah di tahun 1996, kami butuh waktu 13 tahun untuk dapat mencapai sebuah keseimbangan produk, baik dari sisi kualitas maupun harga supaya bisa bersaing di pasar dunia,” jelas Fajar Wahyudi, direktur Operasi CTBN.

SKK Migas sebagai otoritas kegiatan hulu migas terus mendorong KKKS dalam meningkatkan peran industri nasional maupun lokal di seluruh pelaksanaan aktivitas industri hulu migas, serta peningkatan target Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pengelolaan komponen barang dan jasa industri hulu migas demi tercapainya target TKDN di 2022 sebesar 57%.

Erwin Suryadi, Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas, mengatakan sudah saatnya produk Indonesia diakui dunia internasional karena kualitas dan harga yang kompetitif. “Semoga semakin banyak pabrikan Indonesia yang mampu bersaing di pasar global,” ungkap Erwin. (RI)