JAKARTA – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai tidak berdampak signifikan pada subsektor energi terbarukan (ET). Namun demikian, aturan tersebut diketahui menyebutkan pasal yang mengatur mengenai energi nuklir.

“Kelihatannya UU Cipta Kerja tidak ada dampak terhadap energi terbarukan. Kalaupun ada, yang tercantum adalah beberapa perubahan terhadap pemanfaatan langsung panas bumi yang memberikan kewenangan pada pemerintah pusat, selain jadi kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah),” ungkap Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), kepada Dunia Energi Jumat (9/10).

Surya menjelaskan, UU Cipta Kerja hanya mengatur pemanfaatan energi panas bumi langsung yang tidak menyentuh pada pemanfaatan untuk listrik yang sudah diatur dalam UU panas bumi. Sementara, pemanfaatan energi terbarukan lainnya tidak tersentuh dalam UU Cipta Kerja.

“Mungkin karena akan dibahas dalam RUU energi terbarukan yang sedang disiapkan DPR,” ujar Surya.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi harapan besar bagi subsektor energi terbarukan. Karena, hingga saat ini pengembangan ET dianggap relatif tidak bergerak atau sangat lamban karena banyak kebijakan yang tidak memberikan dukungan penuh pada pemanfaatannya.

DPR saat ini membahas RUU EBT, yang saat iniĀ  masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020. Proses penyusunan RUU ini sudah dimulai sejak Januari 2017 saat Komisi II DPD RI mengadakan RDPU dengan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI).

“Karena itu, kami berharap agar RUU EBT yang sedang dibahas itu fokus saja pada energi terbarukan dan tidak perlu memasukkan aspek nuklir. Apalagi, nuklir selain sudah diatur dalam UU tentang Ketenaganukliran, juga sudah dimuat dalam UU Cipta kerja,” tandas Surya.(RA)