JAKARTA – Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengapresiasi langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perihal Implementasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebagai upaya pemerintah dalam upaya mencapai target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.

Surya Darma, Ketua Umum METI, mengatakan Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU, PLN) pada 20 Agustus 2021, tetapi belum diimplementasikan walaupun sudah resmi tercatat dalam lembaran negara.
Permen ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya sebagai upaya memperbaiki tata kelola dan keekonomian PLTS Atap.
“Peraturan ini juga sebagai langkah untuk merespon dinamika yang ada dan memfasilitasi keinginan masyarakat untuk mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan, serta berkeinginan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca,” kata Surya Darma, kepada Dunia Energi, Senin(24/1).

Dadan Kusdiana, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, telah menyatakan bahwa Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap ini dapat dilaksanakan dan telah didukung oleh seluruh stakeholder sesuai hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 18 Januari 2022.

Pada rapat tersebut telah disepakati beberapa hal yang menjadi perhatian dalam implementasi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, yang berdampak nasional diantaranya potensi kenaikan Biaya Pokok Pembangkitan (BPP), subsidi dan kompensasi, potensi kehilangan penjualan PT PLN serta potensi pendapatan dari capacity charge.

Peraturan ini merupakan perbaikan ketiga dari Permen ESDM No. 49/2018, dan meski telah diundangkan sejak 20 Agustus 2021, namun sempat mengalami penundaan pelaksanaan. Setelah melalui rapat koordinasi antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri ESDM, Wakil Menteri BUMN, dan Direksi PLN menyepakati pelaksanaan segera Permen tersebut. Kami dari METI sangat mengapresiasi, karena Permen ESDM No.26 Tahun 2021 diiplementasikan.

“Kami berharap dengan implementasi Permen ini, akan terwujud upaya memenuhi target 3,6 GW PLTS untuk memenuhi porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional,” ujar Surya Darma.

Hal ini juga diharapkan akan memenuhi upaya Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) yang dicanangkan METI bersama Asosiasi Energi Terbarukan pada kegiatan Indo EBTKE Conex Tahun 2017 dalam rangka memperoleh pemasangan PLTS Atap sebesar 1 GW per tahun. Namun sejak terbitnya Permen ESDM No.49/2018, hanya 35 MW PLTS Atap yang terpasang. Ini berarti sangat jauh dari target melalui GNSSA. Apalagi saat ini dengan program transisi energi untuk menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2050, maka energi surya menjadi salah satu andalan bagi pencapaiannya. Potensi energi surya di Indonesia sesungguhnya cukup besar, lebih dari cukup untuk memenuhi target NZE.

Menurut catatan, potensi energi surya yang diinventarisir Ditjen EBTKE adalah sebesar 207 GW. Sementara itu, hasil perhitungan METI, potensinya mencapai 2000 GW, sedangkan perhitungan dari IESR menyebutkan bahwa potensi energi surya Indonesia mencapai 19.800 gigawatt-peak (GWp). Hal ini menjadi penting bagi Indonesia karena Permen No.26 Tahun 2021 ini akan memegang peranan penting untuk mendukung pencapaian target 23% bauran energi terbarukan di 2025 sesuai target PP No. 79/2014 (KEN) dan Perpres No. 22/2017 (RUEN) serta rencana transisi energi untuk mencapai target Net-Zero Emission di 2060.

PLTS Atap diperkirakan dapat mengakselerasi penambahan pembangkit energi terbarukan dalam bauran energi nasional. PLTS atap tidak membutuhkan investasi PLN atau Pemerintah karena menjadi tanggung jawab para konsumen yang sekaligus bertindak sebagai investor. Hadirnya Permen ini penting sebagai peran serta masyarakat untuk menurunkan emisi karbon dalam rangka memenuhi target NDC sebagai komitmen Perjanjian Paris.

Surya Darma menekankan bahwa perubahan ini akan berdampak pada tingkat pengembalian investasi konsumen sehingga meningkatkan keekonomian PLTS Atap. Kendala terkait proses pengajuan dan perizinan yang hendak ditangani dengan peraturan baru ini juga diharapkan mampu meningkatkan daya tarik PLTS Atap karena calon pengguna mendapatkan kepastian.
“Masyarakat sudah lama menanti revisi Permen No.48/2018 dan setelah terbit revisinya pada tahun 2021 juga masih harus menunggu pelaksanaannya,” ujar Surya Darma.

Perbaikan regulasi diharapkan akan dapat meningkatkan keekonomian pemasangan PLTS Atap. Saat ini semakin banyak konsumen yang mulai melirik untuk memasang PLTS Atap baik sektor industribmaupun rumah tangga.

METI menaruh harapan besar pada perubahan ke Permen ESDM No. 26/2021 dan akan mendorong juga pemasangan PLTS Atap di berbagai sektor dan tidak hanya untuk pelanggan PLN, juga pelanggan di wilayah pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) lainnya.

“Untuk memantau pelaksanaan regulasi kami berharap Kementerian ESDM segera membentuk Pusat Pengaduan PLTS Atap sebagaimana yang diatur pada pasal 26. Dan sebaiknya semua stakeholder dilibatkan dalam pemantauan pelaksanaannya,” ujar Surya Darma.(RA)

Permen ESDM No.26/2021 di antaranya memuat ketentuan :

1. Ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan dari 65% menjadi 100% (1รท1);
2. Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan;
3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL);
4. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap;
5. Dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap;
6. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU; dan
7. Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).