JAKARTA – Tumpahan minyak di Perairan Karawang, Jawa Barat dapat menjadi pelajaran bagi PT Pertamina (Persero) untuk memperbanyak oil boom. Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, mengatakan penanganan tumpahan minyak memerlukan waktu minimal enam bulan ke depan.

“Rig Pertamina harus memiliki oil boom lebih banyak. Dampak lingkungan tidak mungkin selesai 1-2 bulan, minimum enam bulan akan ada program recovery terus menerus,” kata Susi dalam konferensi pers penanganan tumpahan minyak (oil spill) di Perairan Karawang, di Gedung KKP Jakarta, Kamis (1/8).

Oil boom merupakan peralatan yang digunakan untuk melokalisir atau mengeruk tumpahan minyak di air.

Menurut Susi, tumpahan minyak tersebut memberikan dampak lingkungan yang luar biasa, bisa mengancam ekosistem perikanan di Iaut. Lebih lanjut Susi mengatakan peristiwa tumpahan minyak ini sudah ditangani, dan akan dilakukan pemantauan secara berkala.

Dia juga mengaku tidak tidak khawatir akan hal ini karena sudah ditangani oleh pihak terkait, yaitu PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).

“Kesehatan Iaut menjadi hal penting produktivitas perikanan kita. Laut Indonesia sudah lama terancam karena banyak praktek dump oil,” tandas Susi.

Tumpahan minyak berawal dari terjadi gelembung yang terjadi pada 12 Juli 2019. Sekitar pukul 01.30 WIB pada saat melakukan re-entry di sumur YYA-1 pada kegiatan re-perforasi muncul gelembung gas di anjungan YY dan Rig Ensco-67 ONWJ. Pada 14 Juli, Pertamina langsung mengevakuasi seluruh pekerja dari anjungan dan sekitar area tersebut ke tempat yang aman. Keesokan harinya, PHE ONWJ menyatakan keadaan darurat dan langsung bersurat ke SKK Migas dan Kementerian ESDM.

Pada 16 Juli, mulai terlihat lapisan minyak di permukaan laut sekitar blok ONWJ, di samping gelembung gas yang masih terus terjadi. Pada 17 Juli tumpahan minyak mulai terlihat di sekitar anjungan. Pada 18 Juli, tumpahan minyak mulai mencapai pantai ke arah barat.(RA)