JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar pembahasan dan penetapan tarif toll fee ruas pipa gas berada di tangan Kementerian ESDM atau tidak lagi menjadi kewenangam Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas). Hal itu diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Ridwan Hisjam, Anggota Komisi VII DPR,  mengungkapkan usulan tersebut berbeda dengan apa yang diatur dalam UU Migas yang saat ini berlaku. Ia pun mempertanyakan maksud dari Kementerian ESDM yang mencabut salah satu tugas dan kewenangan BPH Migas untuk menetapkan toll fee pipa gas.

“Saya mendapat informasi dari pemerintah ke Baleg (Badan Legislasi), dalam penyusunan RUU Omnibus Law  Kementerian ESDM meminta agar putusan atau penentuan biaya toll fee itu ditetapkan oleh menteri, sedangkan di UU Migas yang tentukan tol fee adalah BPH Migas. apa pertimbangan pemerintah untuk itu ditetapkan oleh menteri?” kata Ridwan disela rapat dengan Ditjen Migas Kementerian ESDM, Selasa (29/9).

Pemerintah diminta menjelaskan maksud dari usulan tersebut kepada Komisi VII DPR RI. Pasalnya menurut Ridwan kewenangan penetapan toll fee kepada BPH Migas agar prosesnya bisa lebih independen. Sehingga ada negosiasi yang menengahi antara dua perusahaan konsumen gas dan badan usaha pemilik infrastruktur.

“Kenapa kami berikan di BPH Migas karena BPH independen. Kami yang pilih berdasarkan usulan pemerintah. Ini masalah harga karena ada beberapa kepentingan pengusaha masyarakat dan pemerintahan, diberikan lah hanya kepada badan independen,” ujar Ridwan.

Menurut Ridwan, usulan tersebut terkesan aneh. Pasalnya BPH Migas sendiri berada dalam koordiniasi Kementerian ESDM. Jika di UU Migas sudah diatur kewenangan BPH Migas kenapa justru Kementerian ESDM mau mencabut kewenangan tersebut melalui RUU Omnibus Law.

“Kalau sekarang harus ditentukan Kementerian ESDM itu tidak sekarang dengan UU Migas. Apa ada kendala BPH Migas? Apa lobi lobinya kurang baik? padahal di UU Migas sudah jelas,” kata Ridwan.(RI)