JAKARTA – Pemerintah menilai perlu energi alternatif yang siap untuk memenuhi beban kelistrikan nasional yang terus meningkat dan sustain di saat yang bersamaan. Nuklir diyakini menjadi salah satu alternatif sumber energi yang memiliki potensi mengatasi kebutuhan tersebut.

“Indonesia memiliki kemampuan untuk mengelola nuklir demi kepentingan pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat termasuk dalam mengembangkan energi listrik,” kata Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam acara seminar bertemakan “Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Sebuah Keniscayaan” di Gedung Riset Multidisiplin, Universitas Indonesia, Depok, Rabu (13/11).

Bambang mengatakan sosialisasi dan diseminasi pemanfaatan dan keamanan nuklir harus dilakukan kepada seluruh masyarakat Indonesia sehingga memberikan wawasan bagi yang belum memahami bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) aman dan dapat menghasilkan listrik untuk kebutuhan nasional.

Dia mengakui bahwa masih ada kalangan yang belum percaya Indonesia sudah menguasai teknologi nuklir untuk maksud damai,  menjalankan operasional teknologi nuklir, dan menjaga reaktor nuklir untuk penelitian dan pengembangan tersebut, sehingga dapat dikatakan Indonesia sudah sangat siap  mempunyai PLTN.

Bambang menekankan, setelah menguasai teknologi nuklir, maka harus juga dikuasai aspek pemeliharaan dan keamanan PLTN dengan pemanfaatan komponen dalam negeri yang lebih tinggi. Untuk itu, Menristek mendorong agar Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) terus memperbarui kecanggihan teknologi dengan mengadopsi teknologi yang terbaru. Indonesia juga bisa belajar dari pengembang PLTN di luar negeri dalam rangka penguatan persiapan diri jika sewaktu-waktu PLTN harus segera dibangun.

Anhar Riza Antariksawan, Kepala BATAN, mengatakan BATAN terus berupaya menyebarluaskan informasi mengenai keamanan dan keselamatan dalam pemanfaatan teknologi nuklir kepada masyarakat, terutama masyarakat awam dan yang anti nuklir.

“Ada yang mengembirakan, saat ini yang bicara PLTN tidak hanya dari BATAN, tetapi dari banyak pihak lain,” ujarnya.

Dia menambahkan, masalah PLTN atau energi nuklir bukan hanya urusan BATAN saja tetapi semua stakeholder. BATAN hanya diberi tugas sebagai lembaga litbang serta dalam hal kajian dan penerapan dimana penerapannya atau pemanfaatannya hanya sebatas yang non komersial. Meskipun komersial, hanya bersifat jasa dan harus bekerja sama dengan pihak ketiga.

Lebih lanjut Bambang mengatakan pengembangan PLTN sudah semestinya tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam hal ini, peran swasta menjadi sangat penting.

Sebagai informasi,  pihak swasta yang memiliki minat serius untuk melakukan investasi senilai Rp17 triliun dengan skema Independent Power Producer (IPP) tanpa membebankan APBN, yakni Thorcon International, Pte., Ltd. Thorcon telah membuka kantor di Indonesia sejak 2016 dan telah memiliki izin sebagai KPPA dari BKPM. Thorcon International berencana mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) berkapasitas 500 megawatt (MW).

“Topik pembicaraan mengenai nuklir ini memang sangat relevan dengan kondisi sekarang ini. Sudah saatnya bicara secara serius dan terbuka mengenai nuklir, diperluas sampai ke seluruh pelosok masyarakat. Saya harap PLTN dapat terjadi,” tandas Bambang.(RA)