JAKARTA – Target net zero emission atau emisi nol karbon terus digaungkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penggunaan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Ironinya ditengah berbagai upaya untuk mengejar target tersebut bauran EBT justru diproyeksi akan menurun pada tahun ini.

Rida Mulyana, Dirrektur Jendral Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESMD), menjelaskan menurunnya bauran EBT tahun ini didorong oleh mulai masuknya pembangkit listrik bertenaga batu bara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ke dalam jaringan PLN. PLTU yang masuk tersebut memang sudah terjadwalkan untuk beroperasi tahun ini.

“Kenapa turun? (bauran EBT), Karena tahun ini banyak penambahan pembangkit fosil. Secara kapasitas (EBT) naik tapi energy mix turun karena PLTU masuk,” ungkap Rida dalam Konferensi Pers Kinerja 2021 secara virtual, Selasa (18/1).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, per November 2021 energy mix masih didominasi batubara sebesar 65,93%, gas sebesar 17,48%, BBM (+BBN) sebesar 3,86% dan EBT sebesar 12,73%.

Pada tahun ini, energy mix BBM (+BBN) ditargetkan sebesar 1,90%, Gas sebesar 16,70%, batubara sebesar 68,70% dan EBT sebesar 12,70%.

Hingga Desember 2021 realisasi proyek 35 Gigwatt (GW) yang telah beroperasi komersil mencapai 365 unit dengan total kapasitas 11,26 GW. 130 unit lainnya dengan total kapasitas 17,78 GW masih konstruksi, 37 unit dengan kapasitas 530 MW sudah berkontrak namun belum konstruksi, 23 unit dengan kapasitas 391 MW dalam tahapan pengadaan dan 284 unit dengan kapasitas 5,16 GW masih dalam tahap perencanaan.

PLN sendiri tidak bisa berbuat banyak dalam kondisi ini karena dalam kontrak jual beli listrik yang telah disepakati ada ketentuan Take or Pay (TOP) sehingga mau tidak mau listrik tersebut harus dibayar. “PLTU IPP masuk, teman-teman pasti tahu ada ketentuan ToP,” ungkap Rida. (RI)