JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) saat ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR. Komisi VII DPR akan segera membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas penerbitan dua RUU di bidang energi yang masuk dalam Prolegnas 2020. Selain itu, akan dibentuk pula Panja pengawasan pembahasan.

Rapat Paripurna DPR sebelumnya sudah meloloskan dua RUU energi ke Prolegnas 2020, yaitu RUU Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dan RUU tentang EBT.

Meski kekhawatiran energi nuklir masih terjadi di sejumlah kalangan, namun nuklir masuk sebagai opsi energi baru di dalam RUU EBT.

RUU inisiasi DPR tersebut mendorong nuklir tidak lagi menjadi pilihan atau opsi terakhir untuk memasok sumber energi Indonesia di masa mendatang.

“Aturan soal nuklir sudah ada, jadi para IPP energi terbarukan usul kalau nuklir tidak masuk di RUU. Bukan kami tidak support soal nuklir, tapi lebih baik di RUU ini fokus ke energi terbarukan saja, karena aturan soal nuklir sudah ada, sudah diatur tersendiri jadi tidak perlu lagi dimasukan di aturan ini (RUU),” kata Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), dalam acara diskusi di Jakarta baru-baru ini.

Bob S Effendi, Kepala Perwakilan Thorcon International Pte.Ltd, mengatakan bahwa dalam hal ini sangat diperlukan konsistensi dan kesetaraan terkait energi nuklir.

Nuklir, lanjut dia, sudah mempunyai UU, tetapi dulu saat dibahas di DPD awalnya judulnya RUU EBT dan nuklir masuk. Lalu menjadi RUU ET kemudian waktu masuk DPR ke Prolegnas menjadi EBT lagi.

“Jadi saya sebagai calon IPP nuklir tidak masalah. Tapi karena sekarang namanya RUU EBT nah B-nya yang salah satunya kan nuklir,” ungkapnya.

Thorcon International akan melakukan investasi Rp 17 triliun melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) 500 MW di Indonesia dan telah bekerjasama dengan PT PAL Indonesia (Persero) untuk memproduksi beberapa komponen termasuk reaktor.

Menurut Bob, hal utama adalah konsistensi.  Kalau narasi yang dipakai bahwa nuklir sudah mempunyai UU, begitu juga panas bumi UU Nomor 21. Panas bumi juga masuk dalam RUU EBT.

“Karena prinsip dasar dari UU energi yang induk semua UU terkait energi adalah semua jenis energi adalah setara, jadi harus diperlakukan sama. Ujungnya yang penting konsisten dan setara,” tandas Bob.(RA)