JAKARTA – Pandemi COVID-19 hingga kini masih berlangsung. Meskipun vaksinasi telah dilakukan di berbagai negara dan ekonomi juga mulai tumbuh tapi dampak terhadap konsumsi energi dipastikan masih akan terasa. Untuk itu manajemen PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menetapkan perencanaan lebih terukur dalam strategi mencapai target perusahaan di sisa tahun 2021.

Myrta S. Utami, VP Corporate Planning & Investor Relations Medco Energi, menjelaskan manajemen merevisi target hingga akhir tahun 2021. Beberapa poin revisi terkait produksi migas yang merupakan bisnis utama Medco.

Semula manajemen menetapkan target produksi migas tahun ini sebesar 101 ribu barel setara minyak per hari (Barrel Oil Equivalent Per Day/BOEPD), namun direvisi menjadi 95 ribu BOEPD. Menurut Myrta, manajemen memproyeksi konsumsi energi sepanjang tahun ini masih belum akan maksimal.

“Arahan manajemen produksi 95 ribu BOEPD. Demand mungkin belum full recovery. Saat kuartal I kita masih 101 ribu BOEPD tapi kita estimasi sedikit lebih rendah. Ini sebagai antisipasi atas demand yang belum maksimal,” kata Myrta dalam paparannya disela IPA Convex 2021, Rabu (1/9).

Selain itu ada beberapa kondisi teknis yang sebabkan adanya penurunan produksi migas seperti unplanned shutdown di fasilitas Aceh dan Vietnam yang sebabkan berkurangnya produksi sebesar 2 ribu – 3 ribu BOEPD. Lalu ada rendahnya permintaan gas di wilayah Jawa Timur, Aceh serta Singapura yang disebabkan adanya pasokan LNG di sana.

Untuk tahun ini Medco mengalokasikan dana belanja modal atau Capital Expenditure (Capex) sebesar US$215 juta dengan rincian sebesar US$150 juta diperuntukan untuk bisnis migas sementara sisanya US$65 juta untuk bisnis power atau tenaga listrik.

“Power fokus di Riau IPP dan Ijen dan US$150 juta banyak fokus di blok B Natuna South Sea,” ungkap Myrta.

Dia menjelaskan pendanaan untuk Capex tahun ini berasal dari berbagai sumber. Untuk bisnis migas misalnya berasal dari dari operational cash flow, Sementara power untuk Riau IPP pendanaan berasal dari project financing. “Itu sudah close dan sudah berjalan,” kata Myrta.

Sementara untuk biaya produksi migas juga harus tetap dibawah US$10 Barrel Oil Equivalent (BOE). Pada tahun ini strategi kebijakan bisnis yang diambil Medco harus tetap disiplin dalam pengeluaran. “ Tapi tetap mempertahankan fleksibilitas jika permintaan energi pulih,” ungkap Myrta.

Migas memang masih jadi kontributor utama dalam cash flow perusahaan dimana kontriusinya mencapai 96% terhadap Ebitda Medco sepanjang kuartal I tahun ini.

Untuk bisnis power atau kelistrikan, pada tahun ini Medco menargetkan mampu menjual listrik sebesar 3.000 GWh. Selain itu proyek 275MW CCGPP Riau juga terus digenjot sehingga bisa operasi komersial di Kuartal IV 2021. Selain itu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Sumbawa berkapasitas 26 MWp juga masih berlangsung dengan target penyelesaian kuartal I tahun depan. Penyambungan ke jaringan transmisi listrik 150 kV (energized) dan penyelesaian pekerjaan Gardu Induk Riau  juga telah rampung.

Kemudian Medco tahun ini juga baru saja menyepakati pembentukan aliansi strategis melalui pembentukan perusahaan Joint Venture (JV) melalui anak usahanya PT Medco Power Indonesia dengan Kansai Electric Power Company.

Melalui kerja sama tersebut, Medco Power dan Kansai Electric akan bekerja sama melalui suatu unit usaha baru yang dimiliki bersama untuk mengembangkan dan mengoperasikan pembangkit listrik berbahan bakar gas yang sudah ada dan yang baru, serta memperluas bisnis operasi dan pemeliharaan (O&M) di Indonesia.

Untuk lini bisnis tambang mineral, Medco melalui anak usahanya Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sepanjang kuartal I lalu telah memproduksi 48 Mlbs tembaga dan 34 Koz emas dengan terus mengakses bijih dari Fase 7.

Untuk tahun ini pengembangan Fase 8 mulai dilakukan. Amman Mineral memperoleh perpanjangan satu tahun izin ekspor untuk 579.444 Wet Metric Ton dan penyelesaian proyek smelter telah mencapai progress 27% per Januari 2021.