JAKARTA– Masih ingat Ginanjar Sofyan? Mantan Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang sejak Juni 2020 bersalin rupa menjadi subholding New Renewable Energy Pertamina, itu kini punya bisnis baru. Di bawah bendera PT GSI, Ginanjar kini menyiapkan investasi di lima sektor bisnis dengan total investasi US$600 juta-US$800 juta atau sekitar Rp8,4 triliun-Rp11,2 triliun.

Sumitomo Corporation Indonesia adalah salah satu mitra yang digandeng GSI untuk menggarap proyek energi hijau, akuakultur, agrikultur, peternakan, dan sistem digital ecoindustri. Untuk energi bersih (hijau), GSI akan membuat e-energy, ada e-power, e-gas, dan e-fuel. “Nilai ekonomi yang bisa dihasilkan dari bisnis tersebut mencapai lebih dari US$2 miliar (lebih dari Rp28 triliun),” ujar Ginanjar, Chief Executive Officer GSI, di Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Ginanjar mengatakan, GSI sudah melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menggarap ekosistem bisnis tersebut. “Bisnis yang kami buat akan saling terintegrasi melalui digital sistem tersebut,” katanya.

Menurut dia, saat ini ada berbagai potensi seperti sampah hasil panen jagung yang bisa dibuat untuk Bio CNG yang bisa menggantikan LPG yang saat ini masih impor. Sampah yang bisa dibuat bahan baku Bio CNG. Sampah dari sisa jagung tidak terpakai di NTB diperkirakan 1.200 ton per hari. “NTB itu penghasil jagung,” katanya.

Dengan bahan baku yang melimpah, lanjut Ginanjar, GSI akan bisa membuat Bio CNG secara berkelanjutan. Tak hanya di sektor energi, GIS juga bakal menyasar bisnis lobster di NTB yang memang berlimpah. Saat ini utilisasi di sana hanya 6%. Untuk itu, GSI akan melakukan optimalisasi menjadi sekitar 50%.”Kami akan kembangkan lobster, tuna, dan kerapu,” ujarnya.

Adapun untuk agrikultur, GSI dan Sumitomo akan mengelola sistem pertanian terpadu. Untuk peternakan, GSI juga akan melakukan pengembangan peternakan sapi. “NTB itu penghasil sapi, sudah memasok ke Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Kami akan optimalkan di sana,” jelas dia.

Menurut Ginanjar, nilai bisnis dari peternakan sapi di NTB yang akan digarap mencapai US$ 80 juta. Jika rencana bisnis di NTB sukses, GSI akan menjajahi daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur. “Tidak tertutup kemungkinan ke daerah lain karena potensi lokal di sana besar, dan investor seperti Sumitomo sangat tertarik,” ujarnya.

Dengan bisnis berbasis regional ini yang memanfaatkan sumber daya lokal bisa membuat ketahanan energi di daerah masing-masing. “Ini namanya sirkulasi ekonomi, dimana tidak terbuang dan bisa menjadi ekonomi yang kuat bagi daerah,” katanya.

Dia berharap realisasi investasi akan dilakukan dalam waktu segera. Beberapa proyek awal rencananya dilakukan selama empat sampai enam bulan ke depan. “Tapi kami akan cepat lakukan, awalnya Bio CNG di kuartal I 2022,” ujarnya.

Ginanjar adalah sosok dibalik berdirinya PPI. Anak perusahaan Pertamina yang dia desain untuk bergerak lincah dan bersih dari intervensi dan kepentingan  politik internal dan eksternal. Buktinya, PPI di bawah pimpinan Ginanjar memenangi tender proyek sekaligus menggarap proyek PLTGU Jawa 1 berkapasitas 1.760 megawatt di Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Di pengujung 2019 Dirut Pertamina Nicke Widyawati mencopot Ginanjar dari jabatannya sebagai Dirut PPI dan Dirut Konsorsium PLTGU Jawa-1. Padahal, masa bakti Ginanjar sebagai dirut baru berakhir Februari 2021 (https://www.dunia-energi.com/pertamina-masih-pertahankan-ginanjar-sebagai-dirut-ppi/)

Pencopotan saat itu diduga terkait “perseteruan” Ginanjar dengan Marubeni, perusahaan Jepang yang jadi mitra PPI di proyek PLTGU Jawa 1. Pencopotan Ginanjar diduga kuat terkait sikap yang bersangkutan berseberangan dengan Marubeni. Perusahaan asal Jepang itu dinilai tidak mengedepankan etika bisnis, isu tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), serta efisiensi biaya proyek, dan pergantian operator FSRU dari Belgia (Exmar) oleh perusahan Jepang lainnya (Mitsui OSK Line/MOL). (DR)