JAKARTA – Pada tahun 2022 ini, Indonesia dipercaya untuk menjadi negara tuan rumah pertemuan para pihak Conference of the Parties (COP) ke-4 Konvensi Minamata. Penyelenggaraan COP-4 Minamata kali ini akan menjadi tonggak sejarah untuk komitmen para negara pihak dalam penanganan dan penghapusan merkuri.

Upaya untuk mewujudkan “Make Mercury History” telah dilakukan secara global, termasuk di Indonesia. Pemerintah sedang menjalankan kebijakan nasional untuk mencapai Indonesia bebas merkuri pada tahun 2030.

Kebijakan pemerintah berfokus pada empat sektor prioritas, yaitu sektor manufaktur, energi, Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) dan kesehatan. Termasuk juga penerbitan regulasi teknis di tingkat menteri dan implementasi yang terintegrasi dengan pemerintah daerah.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), mengungkapkan tantangan yang harus dihadapi Konvensi Minamata adalah perdagangan ilegal merkuri. Laporan internasional menunjukkan adanya peningkatan yang mengkhawatirkan dari perdagangan ilegal merkuri global, terutama digunakan di sektor PESK.

“Indonesia, sebagai salah satu negara yang terkena dampak merasa perlu bekerja sama untuk memerangi perdagangan ilegal merkuri, mengingat sifat kegiatannya yang lintas batas, dan dampak negatif dari penggunaan merkuri, baik bagi manusia maupun lingkungan,” ujar Siti, saat pembukaan COP-4 Konvensi Minamata yang dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara, di Bali, Senin(21/3/2022).

Siti menegaskan kembali komitmen para negara pihak untuk menjadikan isu merkuri sebagai perhatian global dan bekerja bersama untuk membuat merkuri sebagai bagian dari sejarah.

“Make Mercury History,” itulah kampanye dari Konvensi Minamata tentang Merkuri. Tagline ini berarti, ke depannya senyawa tersebut harus disudahi penggunaannya karena terbukti banyak merugikan lingkungan, termasuk membahayakan kesehatan masyarakat.

“Apa yang kita putuskan dalam beberapa hari mendatang, dan apa yang akan kita lakukan ketika kita kembali ke negara masing-masing setelah pertemuan, sangat penting untuk implementasi Konvensi Minamata,” ujar Siti.

Konvensi Minamata telah berdiri kurang dari lima tahun. Namun, saat ini anggotanya telah berkembang dari lima puluh menjadi lebih dari seratus tiga puluh negara anggota. Menteri Siti kemudian berharap akan lebih banyak lagi negara dapat bergabung dengan upaya global dalam mengatasi masalah merkuri.

Siti mengatakan banyaknya negara yang bergabung di Konvensi Minamata akan membawa tantangan tersendiri. Menurut dia, tantangan-tantangan tersebut juga merupakan evaluasi dari konvensi, yaitu seberapa jauh menerapkan dan mengevaluasi apa yang telah disepakati, kemudian bagaimana mengukurnya, serta seberapa efektif evaluasi tersebut.

Bali Declaration, akan menjadi salah satu outcome dalam Pertemuan COP-4 Minamata.
Bali Declaration merupakan deklarasi politik yang tidak mengikat dengan tiga tujuan, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tujuan utamanya adalah untuk mengarusutamakan masalah dan urgensinya, diikuti dengan kerja sama dan kolaborasi, selanjutnya adalah tata kelola penanganan perdagangan ilegal merkuri.

Dalam memastikan implementasi kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK memberikan konsultasi dan pembinaan kepada pemerintah daerah, seperti pengelolaan data dan informasi kadar merkuri, status dan proyeksi; program pemulihan untuk lahan yang terkontaminasi merkuri; proyek percontohan teknologi pengolahan emas bebas merkuri; serta melakukan penelitian dan kampanye untuk mengakhiri penggunaan merkuri.

“Kami percaya COP-4, sebagai COP Minamata pertama yang diadakan di luar Jenewa, akan menjadi momen penting untuk meluncurkan Deklarasi Bali, dan ini akan mengirimkan sinyal kuat kepada masyarakat internasional bahwa meskipun usianya masih muda, Konvensi Minamata bersifat adaptif dan tangkas dalam menghadapi tantangan global merkuri,” kata Siti.(RA)