JAKARTA – Pembangunan fasilitas dan infrastuktur mini gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) akan digencarkan di wilayah Indonesia Tengah dan Timur Indonesia mulai akhir 2018 hingga 2019. Hal ini untuk menunjang kebutuhan akan gas yang dibutuhkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dalam skala kecil.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan setelah fasilitas dan PLTG di Sambera, Kalimantan Timur akan ada beberapa integrasi fasilitas serupa di beberapa wilayah lain, tidak hanya di wilayah Indonesia tengah dan timur.

“Oktober nanti di Jayapura, November Kendari, Nabire, Ternate dan Flores sampai tahun depan. Tahun ini terakhir di Kendari,” kata Djoko di Jakarta, Kamis (2/8).

Dia menambahkan mekanisme pasokan LNG nantinya akan menggunakan mobil atau truk khusus. PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertagas Niaga tidak hanya menyediakan LNG, namun juga fasilitas mini LNG seperti penyediaan fasilitas pengisian atau penambahan filling station plant, transportasi LNG dengan moda trucking, penyimpanan dan regasifikasi LNG plant. Untuk fasilitas pembangkit akan disiapkan PLN.

Nantinya seluruh fasilitas ini akan dialihkan ke PT PLN (Persero) karena skema kerja sama yang digunakan adalah Build Operate Transfer (BOT). “Jadi ini truk disediakan, terminal penerima dan pembangkit listrik, tapi mini. Pertamina yang bangun dan mitra kerja, setelah lima tahun milik PLN,” ungkap Djoko.

Skema integrasi antar perusahaan negara akan kembali dilakukan untuk mempercapat pengadaan pembangkit listrik. Pembangkit yang akan dibangun rata-rata akan berkapasitas 2×20 megawatt (MW).

Nantinya Pertagas Niaga memiliki kewajiban untuk memasok gas dengan kapasitas 7,92 BBTUD. Pasokan gas akan diperoleh dari Kilang Bontang. “Kalau gas Pertamina dari Bontang, PGN dari Tangguh,” tandas Djoko.(RI)