JAKARTA – PT PLN (Persero) akhirnya membatalkan lelang pengadaan fasilitas pengolahan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/ LNG) untuk pembangkit listrik di wilayah Indonesia tengah. Keputusan tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Hendra Iswahyudi, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan pembatalan lelang pengadaan fasilitas pengolahan LNG dipicu perubahan permintaan atau kebutuhan gas. “Lelang Indonesia Tengah diterminasi karena ada perubahan demand gas dan pembangkit listrik,” kata Hendra di Jakarta, Senin (8/7).

Rencana pengadaan fasilitas penyimpanan dan pengolahan gas di Indonesia Tengah sudah diinisiasi PLN sejak tiga tahun lalu. Hanya saja prosesnya terus berlarut-larut, padahal sudah ada beberapa perusahaan yang mengikuti proses tersebut. Bahkan sebelum menjadi holding migas, PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) tercatat sebagai salah satu peserta dan telah membentuk konsorsium sendiri dengan menggandeng anggota konsorsium lainnya berasal dari Perancis, yakni ENGIE, perusahaan yang fokus pada pengembangan LNG.

Perubahan kebutuhan sempat diwarnai proses lelang dari kebutuhan sebelumnya, sekitar 100 BBTUD direvisi hingga hampir setengahnya. Perubahan tersebut tentu berpengaruh terhadap keekonomian proyek.

Beberapa fasilitas yang akan dibangun diantaranya, satu FSRU, dua kapal LNG sebagai feeder, serta 10 LNG receiving terminal. Kesepuluh receiving terminal nanti akan dibagi menjadi dua kluster. Tugas dua kapal LNG feeder nantinya akan memasok kebutuhan LNG ke receiving terminal.

Pembangkit listrik PLTG Maumere, Mobile Power Plant (MPP) Flores, Sulsel Peaker, Makassar Peaker, Kalsel Peaker 1, Bima, Sumbawa, MPP Lombok, Waingapu, serta Kupang Peaker. Sementara target penyelesaian proyek mundur menjadi pada 2021.

Gas memang bisa menjadi energi alternatif untuk meningkatkan kehandalan pasokan listrik di daerah. Selain itu menurut Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, gas akan menjadi salah satu andalan untuk menekan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN. Pasalnya, Indonesia memproduksi sendiri LNG yang dibutuhkan. Kemudian teknologi untuk distribusi LNG dengan metode milk run sudah terbukti bisa digunakan.

“Sekarang sedang dioptimasi untuk pengadaan transporter, termasuk terminal penerimaan seperti apa, diperuntukkan di wilayah mana, ini sedang diskusi. Secara teknologi, its already there. Hanya harus pecahkan masalah keekonomiannya,” ungkap Rida.

Meski lelang dibatalkan,pembangunan fasilitas gas di Indonesia tengah tetap akan dilakukan yang rencananya kali ini tidak akan melalui proses lelang oleh PLN melainkan akan langsung dikerjakan Pertamina.

PLN menyatakan perubahan cakupan lelang  lantaran dilakukan penyesuaian dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Mengingat adanya perubahan-perubahan itu, pada akhir tahun lalu, PLN sempat menawarkan kepada calon pemenang apakah berminat melanjutkan proyek ini. Saat itu, Pertamina disebut-sebut sebagai calon pemenang. “Nantinya (pengadaan gas) akan dikerjasamakan dengan Pertamina Group,” kata Hendra.(RI)