JAKARTA– Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyatakan penentuan jabatan strategis di lingkungan PT Pertamina (Persero) dan subholding  perusahaan sebaiknya dilakukan melalui  talent management system atau talent pool. Mekanisme lelang jabatan (internal job posting/IJP) yang cukup masif saat ini dinilai hanya akan menjadi bom waktu yang akan meledak di kemudian hari dan akan merugikan Pertamina.

“IJP menurut pandangan kami seharusnya hanya salah satu cara untuk mendapatkan suksesor pejabat. Dan (IJP) itu semestinya diperlakukan sebagai opsi terakhir,” ujar Arie Gumilar, Presiden FSPPB, kepada Dunia Energi, Minggu (2/5).

Arie menjelaskan, FSPPB menghormati keputusan manajemen perusahaan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat di perusahaan selama sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati para pihak (direksi dan FSPPB) sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Dunia Energi sebelumnya mengabarkan, Direksi Pertamina mencopot Agus Suprijanto dari jabatannya sebagai Senior Vice President (SVP) Corporate Communication and Investor Relations (CCIR) Pertamina per Jumat (30/4). Mantan Vice President Supply Chain Management-Authority Coordination-Corporate Communication & External Affairs PT Pertamina Hulu Mahakam jebolan Teknik Industri Institut Teknologi 10 November Surabaya itu dinilai tidak lolos percobaan (probation). Direksi menunjuk VP Corporate Communication Fajriyah Usman sebagai pejabat sementara per 1 Mei 2021.

“Menurut informasi yang kami dapatkan dari media seperti itu, memang bagi pekerja yg mengisi jabatan melalui mekanisme IJP kinerjanya dievaluasi setelah enam bulan dijabatan tersebut,” ujar Arie.

Saat ditanya apakah posisi strategis di  lingkungan Persero dan Subholding sebaiknya diisi melalui proses talent pool dengan mekanisme fit and proper test atau lelang jabatan (IJP), Arie menyatakan Pertamina memiliki sistem pembinaan pekerja yang sangat baik. “Kami yakin ada banyak talent internal yang mampu mengisi jabatan tersebut tanpa harus melalui proses lelang jabatan,” katanya.

Untuk posisi SVP CCIR Pertamina, Arie menegaskan, sosok yang akan duduk di posisi tersebut terpenting paham proses bisnis Pertamina dari hulu sampai hilir secara terintegrasi. Figur tersebut juga memiliki keberpihakan kepada perusahaan serta kedaulatan energi di tangan anak bangsa. “Dia juga harus mampu mampu berkomunikasi dengan baik kepada seluruh stake holder termasuk FSPPB,” katanya.

Menurut catatan Dunia Energi, kasus pencopotan pejabat di lingkungan Pertamina bukan hal baru. Pada pertengahan 2019, misalnya, seorang direktur di lingkungan anak usaha hulu Pertamina, dicopot dari jabatannya. Padahal yang bersangkutan belum genap 40 hari menduduki pos tersebut.

Jauh sebelum itu, sekitar  akhir 2007-2008, seorang eksekutif Pertamina yang sudah siap dilantik menjadi Vice President, batal menduduki jabatan tersebut. Belakangan, beberapa kolega sang calon pejabat tersebut protes kepada manajemen terkait pembatalan sang kolega jadi VP. Beruntung beberapa bulan kemudian, calon pejabat VP yang batal itu promosi menjadi General Manager dan belakangan menjadi direktur utama anak usaha Pertamina. Bahkan, di pengujung kariernya, figur yang smart, humble, dan low profile serta disukai karyawan itu, menjadi anggota Dewan Direksi Persero.  (RA/DR)