NEW YORK – Harga minyak mentah di pasar global turun 3% pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis (15/8) pagi WIB. Hal ini dipicu data ekonomi terbaru China dan Eropa memunculkan kembali kekhawatiran atas permintaan global. Di sisi lain persediaan minyak mentah AS naik secara tak terduga untuk minggu kedua berturut-turut.

Xinhua melaporkan harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober 2019 turun US$1,82 atau 3,0% menjadi ditutup pada US$59,48 per barel di London ICE Futures Exchange, kehilangan beberapa kenaikan tajam sesi sebelumnya setelah AS menunda penerapan tarif pada beberapa produk China. Sedangkan acuan minyak mentah global, Brent naik 4,7% pada Selasa (13/8), kenaikan persentase harian terbesar sejak Desember 2018.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September merosot 1,87 dolar AS atau 3,3%, menjadi US$55,23 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah naik 4,0% pada sesi sebelumnya, terbesar dalam sebulan.

China melaporkan data yang mengecewakan untuk Juli, termasuk penurunan mengejutkan dalam pertumbuhan produksi industri ke level terendah lebih dari 17 tahun, menggarisbawahi “keretakan” ekonomi yang melebar karena perang perdagangan dengan Amerika Serikat meningkat.

Perlambatan ekonomi global, diperkuat oleh konflik tarif dan ketidakpastian Brexit, juga memukul ekonomi negara-negara Eropa. Kemerosotan ekspor mengirim ekonomi Jerman berbalik pada kuartal II 2019.

“Data dari China, potensi resesi yang muncul di Jerman, semua itu bermain dalam kekhawatiran permintaan global,” kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. “Hari ini, kita kembali dalam mode ketakutan.”

Kurva imbal hasil obligasi AS terbalik untuk pertama kalinya sejak 2007, sebagai tanda kekhawatiran investor bahwa ekonomi terbesar dunia itu akan menuju resesi.

“Dengan banyak fokus hari ini bergeser ke arah inversi dalam imbal hasil obligasi dua tahun terhadap obligasi 10 tahun, selera risiko global melihat kontraksi besar lain yang dengan mudah mengalir ke ruang minyak,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, seperti yang dikutip dari antaranews.com.

Peningkatan tak terduga untuk minggu kedua dalam persediaan minyak mentah AS menambah tekanan pada pasar minyak.

Stok minyak mentah AS naik 1,6 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi analis untuk penurunan 2,8 juta barel, karena kilang memangkas produksi, tulis Badan Informasi Energi AS (EIA) dalam laporannya. Dengan stok 440,5 juta barel, menjadikan sekitar tiga persen di atas rata-rata lima tahun untuk tahun ini, kata EIA dalam laporan mingguannya.

“Melawan bearish penumpukan (minyak mentah) ini telah menyeret bensin dan sulingan di tengah permintaan tersirat kuat,” kata Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData di Louisville, Kentucky. (RA)