JAKARTA – Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT lndo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menyetujui sekitar 99,8% dari laba bersih yang didistribusikan kepada entitas induk  2018 yang mencapai US$ 261,5 juta sebagai dividen final.

Yulius Kurniawan Gozali, Direktur Indo Tambangraya, mengatakan sebesar US$102,5 juta atau setara dengan Rp 1.420 per saham telah dibagikan sebagai dividen interim pada 16 November 2018.

“Sisanya, sebesar US$159 juta atau setara dengan Rp 2.045 per saham akan dibagikan dalam bentuk dividen tunai kepada seluruh pemegang saham dan pembayaran akan dilaksanakan 23 Apr 2019,” kata Yulius.

Dia menambahkan, sisa laba bersih akan menambah saldo Iaba/Retained Earning untuk mendukung pengembangan perseroan.

Sepanjang 2018 Indo Tambangraya mencatat laba bersih tertinggi dalam 5 tahun terakhir dan menambah cadangan batu bara secara signifikan dengan mengakuisisi PT Nusa Persada Resources (NPR). Hal itu menunjukkan  Indo Tambangraya semakin percaya diri untuk bertumbuh seiring dengan perbaikan harga batu bara dunia dan mengukuhkan dirinya sebagai perusahaan energi global.

Akuisisi NPR yang memiliki luas konsesi 4.291 hektar pada tahun lalu menambah cadangan batu bara perusahaan sebesar 77 juta ton.

Selain itu, kegiatan eksplorasi dan peningkatan rencana penambangan yang dilakukan pada 2018 juga menaikkan cadangan batu bara sebesar 45 juta ton, sehingga total cadangan batu bara perseroan pada akhir 2018 menjadi 354 juta ton dari 254 juta ton pada tahun sebelumnya.

Sejak mengumumkan transformasi menjadi perusahaan energi pada Desember 2016, Indo Tambangraya kini memiliki 14 anak usaha, sembilan di antaranya perusahaan yang bergerak di bidang batu bara dan usaha yang berkaitan, tiga perusahaan kontraktor dan bahan bakar, dan dua perusahaan di bidang ketenagalistrikan.

Laba bersih perseroan tercatat US$ 259 juta pada 2018, naik dibanding 2017 sebesar US$ 253 juta, raihan  tertinggi semenjak  2013. Peningkatan laba bersih utamanya disebabkan oleh kenaikan rata-rata harga jual batu bara sepanjang tahun yang tercatat US$ 81,0 per ton, naik 11% dari US$ 72,7 per ton pada tahun fiskal sebelumnya.

Kenaikan rata-rata harga batu bara disebabkan oleh kenaikan permintaan secara global. Dalam tiga kuartal pertama tahun 2018, sebagai contoh, permintaan bertumbuh di China di tengah kebijakan pembatasan batu bara berkalori rendah.

Permintaan juga meningkat di India sebagai dampak produksi yang sehat. Di samping itu pembangkit listrik yang baru beroperasi di Vietnam, Malaysia, dan Pakistan juga mendorong permintaan. Dengan penjualan 23,5 juta ton sepanjang 2018, Indo Tambangraya membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 2 miliar, 19% lebih tinggi daripada US$ 1, 69 miliar  pada tahun sebelumnya.

Pada 2018 margin Iaba kotor tercatat 29% berbanding 30% di tahun sebelumnya. Untuk EBIT naik 11% menjadi US$ 432 juta. Laba bersih per saham tercatat US$ 0,24.

Hingga akhir 2018, total aktiva Indo Tambangraya bernilai US$ 1, 44 miliar dengan ekuitas US$ 970 juta.

“Perusahaan mempertahankan posisi kas dan setara kas sebesar US$ 368 juta tanpa hutang,” tandas Yulius.(RA)