JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) akan berkoordinasi dengan PT Pertamina (Persero) dan instansi lain seperti Hiswana Migas serta kepolisian untuk melakukan penjatahan BBM jenis solar dan premium di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Hal ini dilakukan agar penyaluran BBM tidak melebihi kuota yang sudah ditetapkan pemerintah.

“Pasalnya, jika tidak dilakukan penjatahan BBM, potensi jebolnya kuota solar subsidi antara 0,8 juta Kiloliter (KL)-1,3 juta KL,” kata M Fanshurullah Asa, Kepala BPH Migas di Jakarta, Rabu (17/7).

Data BPH Migas menyebutkan realisasi konsumsi solar dan BBM jenis khusus penugasan atau premium pada semester  I 2019 sudah melebihi 50% dari total kuota. Konsumsi solar pada enam bulan pertama 2019 sudah mencapai 7,56 juta KL atau  52% dari kuota yang ditetapkan sebesar 14,5 juta KL, itupun sudah termasuk dengan volume cadangan sebesar 500 ribu KL. Tanpa penjatahan, konsumsi solar hingga akhir 2019 mencapai 15,3 juta KL.

Konsumsi premium untuk periode Januari-Juni 2019 tercatat 5,87 juta KL dari total kuota 11 juta KL. Proyeksi penyaluran hingga akhir 2019 mencapai 13,2 juta KL.

Selain penjatahan, Pertamina juga diminta untuk melakukan optimalisasi penerapan teknologi informasi (IT) nozzle di SPBU. Nantinya akan ada mekanisme pencatatan nomor polisi kendaraan yang mengisi BBM.

Sejauh ini baru sekitar 1.000 SPBU yang sudah terdigitalisasi dari total target pemasangan sebanyak 5.518 SPBU. Realisasi tersebut masih jauh dibawah target yang sebelumnya dicanangkan. “Padahal awalnya komitmen selesai di akhir Desember 2018, lalu berubah akhir Juni 2019, sekarang berubah lagi jadi akhir September 2019,” kata Fanshurullah.

Pemerintah juga menyarankan agar kendaraan jenis truk roda enam untuk tambang dan perkebunan tidak lagi menggunakan BBM solar bersubsidi. Kepala BPH Migas  telah bersurat kepada Menteri ESDM terkait usulan perubahan konsumen pengguna sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang masih memperbolehkan angkutan barang menggunakan BBM bersubsidi, maka selanjutnya diusulkan untuk tidak lagi diperbolehkan.

Selain itu, jika sebelumnya angkutan barang perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi, ke depannya hanya dibatasi untuk angkutan barang roda empat.(RI)