JAKARTA – Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memangkas kuota produksi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Provinsi dinilai akan berdampak langsung terhadap pendapatan daerah penghasil batu bara.

Hendra Sinadia Direktur Eksekutif Asosisasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengatakan sebagian provinsi boleh dibilang bergantung pada industri batu bara sebagai penopang perekonomian daerah.

“Pasti dampaknya cukup terasa, apalagi pemotongan kuota rata-rata sekitar 50%. Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur pertumbuhan ekonominya sebagian ditopang industri batu bara,” kata Hendra saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (12/3).

Data Kementerian ESDM menyebutkan, sepanjang 2018 realisasi produksi IUP provinsi mencapai 211,27 juta ton atau 37,93% dari total produksi nasional sebanyak 557 juta ton. Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi penyumbang terbesar sebanyak 78,06 juta ton diikuti Kalimantan Timur (Kaltim) sebanyak 69,64 juta ton.

Pada 2019, target produksi ditetapkan sebanyak 489,13 juta ton. IUP provinsi harus rela mendapatkan pemotongan kuota sebesar 49,93% dari realisasi produksi tahun lalu menjadi 105,48 juta ton saja.

Kuota produksi Kalsel akan menyusut menjadi 32,19 juta ton dan Kaltim menjadi 33,28 juta ton. Pemangkasan produksi sekitar 50% pun dialami semua provinsi.

Hendra menilai pemerintah yang menjadi pihak paling dipusingkan dengan kebijakan tersebut. Pasalnya, pemerintah juga harus tetap memperhatikan pengendalian produksi batu bara.

Belum lagi dalam beberapa tahun terakhir realisasi produksi selalu berada di atas target, sehingga menunjukkan penetapan kuota yang jauh lebih rendah masih diragukan keefektifannya.

“Pertanyaannya apakah itu efektif karena dari segi volume yang dipangkas itu cukup besar,” tandas Hendra.(RI)