JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penelitian terhadap dugaan kartel harga bijih nikel berkadar rendah yang dikeluhkan produsen nikel nasional.

Guntur Saragih, Komisioner KPPU, mengatakan sampai sekarang belum ada pihak yang secara resmi melaporkan dugaan kartel tersebut. Padahal untuk melakukan penyidikan ada tahapan yang harus dilalui termasuk laporan resmi. Namun demikian berdasarkan hasil monitoring yang sudah dilakukan KPPU, maka dengan inisiatif KPPU diputuskan akan dilakukan penelitian sebagai tahap lanjutan monitoring.

“Kami KPPU sudah memutuskan kasus nikel menjadi penelitian. Kami tugaskan bagian Deputi Pencegahan Kebijakan Advokasi, untuk melakukan penelitian,” kata Guntur dalam konferensi pers di Kantor KPPU, Jakarta, Senin (18/11).

Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), mengatakan dugaan kartel nikel sudah dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Pertemuan memang sempat dilakukan dengan para produsen nikel, hanya saja sifatnya hanya audiensi atau bertukar informasi terkait tata kelola nikel. “Kalau resmi pelaporan itu ada form yang diisi ke bagian pelaporan,” ungkap Guntur.

KPPU tidak menetapkan jangka waktu penelitian namun secara berkala KPPU akan menerima laporan hasil penelitian setelah 30 hari kerja. Jika dari hasil penelitian tersebut ditemukan bukti atau informasi cukup kuat maka baru akan dilakukan tahap selanjutnya yakni penyidikan.

“Setiap 30 hari kerja, nanti ada pelaporan. Nanti kami lihat apakah bisa ada tindak lanjut,” kata Guntur.

Dalam tahap penelitian ini KPPU akan memanggil semua pihak yang berhubungan dengan masalah harga nikel serta pelaku industri smelter termasuk dari unsur pemerintah sendiri.

M.Zul Firmansyah, Direktur Ekonomi KPPU, menyatakan dalam penelitian ini telaah awal adalah adanya permasalahan regulasi. “Terutama terkait pricing nikel ore masih bentuk olahan, sehingga sampai sekaerang penelitian sebelumnya ada monitoring identifikasi awal isu yang populer di masyarakat,” jelas Zul.

Dugaan praktik kartel di balik harga beli nikel murah oleh smelter lantaran harga beli rendah ini jelas-jelas tidak mematuhi Harga Patokan Mineral (HPM) yang telah ditetapkan pemerintah. Selama ini harga beli nikel oleh smelter terlalu murah, yakni sekitar Rp300 ribu per ton. Kondisi tersebut membuat para produsen nikel lebih memilih menjual nikel ke luar negeri ketimbang ke smelter dalam negeri.(RI)