JAKARTA – Kajian atau studi untuk mengimplementasikan produksi minyak lanjutan mengunakan metode Enhance Oil Recovery (EOR) secara full scale atau dengan kapasitas maksimal butuh waktu yang tidak sebentar. Apalagi untuk EOR dengan memanfaatkan kimia, perlu dilakukan uji coba berulangkali untuk mendapatkan bahan kimia yang tepat untuk diinjeksikan.

“Sejak 2010 kami sudah melakukan pengembangan surfaktan. Misalnya bersama SBRC-IPB dengan biaya US$852 ribu. Total US$6,1 juta sudah habis, hasilnya belum bisa mendapatkan formula yang kami minta,” kata Andy W Bachtiar, Vice President EOR PT Pertamina EP dalam workshop EOR di Kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) di Jakarta, Rabu (27/3).

Menurut Andy, fleksibilitas diperlukan dalam kegiatan EOR, apalagi harus banyak dilakukan berbagai uji coba. Dengan begitu, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam kegiatan EOR bisa membuat seluruh kegiatan menjadi tidak leluasa.

“Ini memang susah, siapa yang mau menanggung risiko, perusahaan atau jasanya? EOR kini sudah menjadi fokus KPK, saya jadi agak kurang bebas juga melakukan kolaborasi dengan universitas,” ungkap dia.

KPK dalam surat yang ditujukan kepada SKK Migas pada 26 Februari 2019 menilai ada masalah dalam proses pelaksanaan studi EOR sebelum diimplementasikan secara maksimal. Masalah yang dianggap KPK harus segera diselesaikan dalam surat tersebut adalah terkait studi yang cenderung dilakukan secara berulang-ulang dan tidak dilaksanakan dengan baik.

KPK pun meminta untuk dilakukan revisi terhadap PTK 007 Tahun 2017 tentang pengadaan EOR dengan poin revisi diantaranya: Pertama, implementasi performance base dalam pelaksanaan kegiatan EOR. Kedua, kegiatan EOR dilaksanakan dengan prinsip terbuka dan kompetitif. Ketiga, memastikan aspek keekonomian implementasi kegiatan EOR.

KPK juga meminta SKK Migas agar mendorong agar para kontraktor melaksanakan EOR dengan perencanaan yang timeline yang baik dengan memperhitungkan kriteria-kriteria keekonomian, engineering dan operasional secara komperehensif.

Tidak hanya itu, SKK Migas juga diminta untuk melakukan evaluasi terhadap studi-studi yang telah dilaksanakan sehingga studi menjadi efektif, efisien dan tidak berulang dan tidak menimbulkan kerugian negara.

Leti Brioleti, Peneliti Lemigas, mengatakan dalam proses pelaksanaan EOR tes dan uji coba berulang kali sangat lumrah dilakukan. Ini akan menentukan keberhasilan sebuah proyek EOR.
Setelah ditemukan formula surfaktan ada setidaknya sembilan parameter yang harus kembali diuji. Skala laboratorium saja harus melalui formulasi lima kali.

“Tidak bisa sekali diuji lolos, langsung dinyatakan berhasil. Di laboratorium lima kali dan hasilnya harus konsisten. Disiplin melakukan komitmen di laboratorium itu yang harus dilakukan,” kata Leti.(RI)