JAKARTA – Keputusan pemerintah memperpanjang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Tanito Harum menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia, mengatakan keputusan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Direktur Jenderal  Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengangkangi Undang-Undang Minerba dan merugikan negara.

“Mereka telah menerapkan kebijakan terkesan sesat dalam memperpanjang PKP2B generasi ke-1 yang sudah berakhir waktunya dan yang akan berakhir waktu perjanjiannya,” kata Yusri kepada Dunia Energi, Kamis (13/5).

Dia mengatakan apabila mengikuti aturan UU Minerba maka sudah seharusnya PKP2B yang sudah berakhir kontraknya ditawarkan terlebih dahulu kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika BUMN atau BUMD menolak, Kementerian ESDM dapat melakukan tender terbuka.

“Tidak ada perintah UU Minerba memperpanjang kepada operator yang lama. Sesat ini kalau Dirjen Minerba dan Menteri ESDM mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014,” kata Yusri.

Menurut dia, PP 77/2014 yang lahir di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dianggap kontroversial karena berpotensi merugikan negara telah direvisi menjadi PP nomor 1 tahun 2017 yang telah dijadikan payung hukum oleh Kementerian ESDM merubah Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia menjadi IUPK.

Komisi Pemberantasan  Korupsi (KPK) didesak segera bertindak untuk mencegah kerugian negara dan melindungi kekayaan negara serta untuk menjaga ketahanan energi nasional.

“Harus diusut tuntas juga dugaan kongkalikong ini, termasuk motif revisi ke-6 PP Nomor 23 tahun 2010 yang jelas tujuannya mengomodir kepentingan tujuh pemilik PKP2B,” kata Yusri.

Tanito Harum diketahui menjadi pemegang PKP2B generasi pertama yang pertama mendapatkan perpanjangan izin operasi. Perpanjangan izin operasi Tanito Harum tersebut masih menggunakan PP yang lama, lantaran revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 belum juga rampung.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM mengungkapkan, perpanjangan izin Tanito Harum itu berdasarkan pada PP Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Dengan begitu, perusahaan batu bara yang izin PKP2B-nya habis pada 14 Januari 2019 mendapatkan perpanjangan izin dan bisa beralih status menjadi pemegang IUPK.

Dalam periode tahun 2019 hingga 2025 mendatang, terdapat 8 perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang Perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021.

Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Indonesia, di mana masa kontraknya akan habi spada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.(RA)